Jika target 2030 tercapai, maka sektor hulu migas akan mencatat rekor produksi migas terbesar sepanjang sejarah Indonesia
Jakarta (ANTARA) - SKK Migas bersama kontraktor kontrak kerja sama dengan didukung kementerian dan lembaga lainnya mulai tahun ini akan tancap gas mewujudkan produksi satu juta barel minyak per hari pada 2030 melalui pengeboran yang agresif.

"Jika target 2030 tercapai, maka sektor hulu migas akan mencatat rekor produksi migas terbesar sepanjang sejarah Indonesia," kata Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas) Dwi Soetjipto dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.

Menurut dia, pencapaian produksi satu juta barel minyak per hari (BOPD) dan 12 miliar standar kaki kubik gas per hari (BSCFD) pada 2030 itu setara 3,2 juta barel setara minyak per hari (BOEPD).

Puncak produksi sebelumnya terjadi pada 1998 sebesar 2,9 juta BOEPD.

Dwi mengatakan pencapaian produksi pada 2030 itu juga akan menjadi tahapan penting untuk memenuhi kebutuhan migas sesuai rencana umum energi nasional (RUEN) pada 2050.

Dalam RUEN, pada 2050 kebutuhan minyak diproyeksikan meningkat menjadi 3,97 juta BOPD dan gas 26 BSCFD.

"Ini menegaskan bahwa peningkatan produksi migas adalah keharusan agar dapat menopang kebutuhan energi dan bahan baku industri secara berkelanjutan," tambahnya.

Dwi juga menyampaikan, pada 2020 merupakan masa sulit bagi hulu migas karena terdampak pandemi COVID-19 dan dibayangi harga minyak dunia rendah.

Namun, SKK Migas tetap berkomitmen agar kontribusi hulu migas terhadap perekonomian nasional tetap terjaga.

Baca juga: Pencanangan 1 juta barel jadi tanda kebangkitan industri hulu migas RI

Baca juga: SKK Migas: Perlu lembaga khusus kelola konsesi sumber daya migas



Pengeboran meningkat

Deputi Perencanaan SKK Migas Jaffee Suardin mengatakan pengeboran menjadi kunci penambahan produksi dan cadangan migas di Indonesia.

Ke depan, jumlah sumur yang dibor akan terus ditingkatkan 20-30 persen per tahun.

"Harapannya, pada 2025 sampai 2030 jumlah sumur yang dibor sekitar 1.000-1.100 sumur per tahun," katanya.

Ia optimistis karena potensi peningkatan produksi masih banyak. Dari 128 cekungan, baru 20 cekungan diproduksi dan 68 cekungan belum dieksplorasi.

Para investor juga siap meningkatkan investasi di Indonesia jika mendapatkan insentif dan stimulus yang tepat.

Jaffee mengatakan realisasi pengeboran sumur pengembangan pada 2020 sebanyak 268 sumur.

Pada 2021, SKK Migas mendorong pengeboran meningkat menjadi 616 sumur pengembangan.

"Untuk kegiatan workover ditargetkan sebanyak 615 sumur dan well service juga meningkat menjadi 26.431 sumur," kata Jaffee.

Lifting minyak pada 2021 ditargetkan 705.000 BOPD dan gas 5,6 BSCFD.

Untuk mencapai itu, Indonesia membutuhkan investasi 250 miliar dolar AS (Rp3.528 triliun) atau 25 miliar dolar (Rp352 triliun) per tahun.

"Investasi ini mutlak dibutuhkan hulu migas untuk melakukan kegiatan eksplorasi, pengembangan, maupun produksi. Oleh karena itu, pada saat yang sama kami juga membutuhkan kepastian berusaha bagi investor," katanya.

Dwi juga mengatakan SKK Migas telah menyiapkan empat strategi untuk mengejar target produksi tersebut.

Yakni, mempertahankan produksi-produksi yang sudah ada; percepatan sumber daya menjadi produksi; penerapan enhanced oil recovery (EOR); dan kegiatan eksplorasi yang masif.

"Keempat strategi tersebut saling terkait, sehingga semuanya harus memenuhi target yang ditetapkan," katanya.

Sementara itu, Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan pemerintah telah membuat beberapa kebijakan antara lain penurunan harga gas untuk mendorong tumbuhnya industri, pelonggaran perpajakan dan fleksibilitas sistem fiskal untuk meningkatkan daya tarik investasi migas, serta meningkatkan keekonomian pengembangan lapangan.

Kementerian ESDM juga telah mengurangi ketidakpastian investasi dengan penyederhanaan perizinan, penyediaan dan keterbukaan data, dan integrasi hulu-hilir serta stimulus fiskal.

"Pemerintah tidak lagi mengedepankan besarnya bagi hasil untuk negara, tetapi lebih mendorong proyek migas dapat berjalan melalui pemberian insentif beberapa plan of development (POD) yang dinilai tidak ekonomis oleh kontraktor," ujar Arifin.

Baca juga: Demi target 1 juta barel, pemerintah agresif kejar data hulu migas

Baca juga: Bidik target produksi 2030, tata kelola hulu migas butuh pembenahan

 

Pewarta: Kelik Dewanto
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2021