diharapkan ada kemudahan dari sisi harga maupun dalam penyaluran pupuk bersubsidi sehingga tidak mengganggu pencapaian produksi pangan
Jakarta (ANTARA) - Anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Evita Nursanty menilai kenaikan Harga Eceren Tertinggi (HET) pupuk bersubsidi yang mulai berlaku 1 Januari 2021 akan menyulitkan petani karena biaya produksi yang lebih tinggi.

Evita menyoroti adanya perbedaan perlakuan antara petani dan para pelaku UMKM pada masa pandemi. Menurut dia, tidak menutup kemungkinan kenaikan HET ini bisa berpotensi mendorong terjadinya krisis pangan, seperti yang dikhawatirkan Presiden Joko Widodo.

"Kenaikan harga HET pupuk bersubsidi menyebabkan peningkatan biaya produksi. Kemudian di masa pandemi COVID ini pemenuhan kebutuhan pangan merupakan prioritas nasional, sehingga diharapkan ada kemudahan dari sisi harga maupun dalam penyaluran pupuk bersubsidi sehingga tidak mengganggu pencapaian produksi pangan," kata Evita dalam keterangan di Jakarta, Kamis.

Berdasarkan harga terbaru yang diterbitkan Kementerian Pertanian melalui Permentan 49/2020 tentang Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian Tahun Anggaran 2021, pupuk bersubsidi rata rata naik Rp300 sampai Rp450.

Urea misalnya naik dari Rp1.800/kg menjadi Rp2.250/kg, SP36 naik dari 2.000 menjadi 2.400, ZA naik dari Rp1.400 menjadi Rp1.700, Organik Granul naik dari Rp500 menjadi Rp800, sementara untuk NPK tetap Rp2.300.

Menurut anggota Komisi VI DPR RI dari Daerah Pemilihan (Dapil) Jawa Tengah (Jateng) III meliputi Kabupaten Grobogan, Rembang, Pati, dan Blora ini, kenaikan harga pupuk bersubsidi ini membuat petani makin sulit karena biaya produksi meningkat, apalagi pandemi selama 10 bulan terakhir makin membuat daya beli petani menurun.

Dalam kondisi ini, mempertahankan harga dan sekaligus menjamin alokasi dan distribusi pupuk adalah keberpihakan yang diharapkan petani.

"Presiden Jokowi sudah mewanti-wanti jangan sampai terjadi krisis pangan, misalnya kasus kedelai beberapa minggu lalu yang memicu produsen tempe berhenti produksi. Tapi di lapangan kita melihat banyak kesulitan yang dihadapi para petani, apalagi ditambah dengan kenaikan HET pupuk bersubsidi per 1 Januari 2021 ini," kata dia.

Evita mengambil contoh Kebupaten Grobogan yang merupakan sentra tanaman kedelai dengan varietas Grobogan sebagai unggulan, dan juga sentra tanaman padi dan jagung.

Penggunaan kartu tani di daerah tersebut masih mengalami berbagai kendala kalau dipaksakan terutama ketidaksiapan perangkat kartu tani dan Electronic Data Capture (EDC) pendukungnya.

Selain itu masih adanya sejumlah kartu tani yang belum tercetak, banyak kartu tani yang kosong, kartu tani yang hilang, kartu tani yang nonaktif, dan belum semua petani memiliki kartu tani karena kendala bank yang belum bisa memenuhinya.

"Pilihan untuk imput eRDKK mengenai pupuk tunggal dan pupuk majemuk menjadikan kesulitan penerapan di lapangan, karena pemenuhan alokasi terutama NPK tidak sesuai usulan RDKK," kata Evita.

Baca juga: KTNA nilai subsidi pupuk jamin petani kecil tetap berproduksi
Baca juga: Presiden singgung "kembalian" subsidi pupuk bagi negara
Baca juga: Tahun 2021, Kementan tambah alokasi pupuk subsidi jadi 9 juta ton

 

Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2021