Yogyakarta (ANTARA) - Empat unit komputer lengkap dengan pengeras suara dan kamera digital berjajar rapi di sudut ruang besuk di Lembaga Pemasyarakat (Lapas) Kelas II A Wirogunan, Yogyakarta.

Empat kali dalam sepekan, fasilitas itu dipinjamkan untuk warga binaan pemasyarakatan (WBP) secara gratis. Bukan untuk berselancar di dunia maya, melainkan untuk memenuhi hak mereka berjumpa dengan keluarga.

Setiap empat warga binaan hanya memiliki waktu lima menit untuk memanfaatkan sarana itu karena harus bergantian dengan warga binaan lainnya.

Sedikitnya 90 sampai 100 orang yang setiap hari mendaftar ingin bertatap muka dengan keluarganya secara virtual.

Layanan video daring itu dibuka pihak lapas setiap hari Selasa, Rabu, Kamis, dan Sabtu dengan tetap menerapkan protokol kesehatan ketat.

Selain disekat plastik fiber dengan jarak yang terjaga, setiap warga binaan yang memasuki ruangan itu wajib memakai masker serta melalui pemeriksaan suhu tubuh.

Agar tak ada kerumunan di sekitar ruangan itu, warga binaan yang telah memperoleh nomor urut diminta menunggu panggilan di kamar sel masing-masing.

Baca juga: Setya Novanto tak termasuk narapidana yang kena COVID-19 di Sukamiskin

Meski kebanyakan bisa bertatap muka dengan keluarga melalui layar monitor tanpa hambatan, sebagian yang tidak beruntung terkadang harus mengurungkan pertemuan daring itu karena sinyal di tempat tujuan yang tak bersahabat.

Pemandangan baru di Lapas Wirogunan ini sudah berlangsung sejak awal pandemi COVID-19 melanda Tanah Air. Cara ini diyakini mampu menjauhkan warga binaan dari risiko tertular SARS-CoV-2.

 
Ruang layanan video daring bagi WBP di Lembaga Pemasyarakat (Lapas) Kelas II A Wirogunan, Yogyakarta. (ANTARA FOTO/Luqman Hakim)



Pimpinan Lapas Wirogunan memegang prinsip bahwa selama tidak bersentuhan langsung dengan orang dari luar lapas, warga binaan dalam kondisi aman dari wabah itu. Sebab, COVID-19 tidak muncul dengan sendirinya, kecuali dibawa oleh orang lain termasuk keluarga atau tamu lainnya.

Bahkan untuk sementara waktu, keluarga tidak diperkenankan memberikan titipan makanan. Pengiriman uang juga diarahkan secara digital yang langsung tertuju ke kartu uang elektronik yang dipegang masing-masing warga binaan dengan batas maksimum Rp1 juta.

Upaya ketat melindungi warga binaan juga ditempuh pihak Lapas Wirogunan dengan tidak mengizinkan mereka menjalani sidang perkara di pengadilan, kecuali berlangsung secara virtual.

Kepala Lapas Kelas II A Wirogunan Arimin mengemukakan bahwa sejumlah ikhtiar itu berjalan efektif.

Klaim itu setidaknya dibuktikan dengan tidak adanya satu pun warga binaan Lapas Wirogunan yang terpapar COVID-19 sehingga tiga ruang isolasi lengkap dengan berbagai fasilitas kesehatan yang disiapkan hingga kini belum pernah terisi.

Sampai saat ini, penyemprotan disinfektan ke seluruh bagian lapas juga rutin dilakukan untuk mencegah masuknya virus.

Dokter Novita, salah seorang anggota tenaga kesehatan Lapas Wirogunan berkata tes cepat (rapid test) pernah dilaksanakan dua kali untuk memeriksa warga binaan maupun petugas.

Hasilnya, beberapa petugas justru dinyatakan reaktif, sedangkan warga binaan seluruhnya nonreaktif. Setelah diminta melakukan work from home (WFH) selama dua pekan, petugas yang reaktif kemudian menjalani swab dan hasilnya negatif.

Baca juga: Sebagian narapidana yang positif COVID-19 di Sukamiskin mantan pejabat

Ia menuturkan untuk mencegah COVID-19 memasuki lingkungan lapas, penyuluhan protokol kesehatan kepada warga binaan beberapa kali dilaksanakan baik secara individu maupun berkelompok.

Petugas atau pegawai lapas juga tidak luput dari penyuluhan itu karena mereka justru dianggap yang berisiko menularkan COVID-19 ke napi. Dalam menjalankan tugasnya, mereka juga tidak diperkenankan terlalu dekat dengan para warga binaan.

Meski petugas tidak dapat mengontrol satu per satu selama 24 jam, seluruh warga binaan diminta menjaga jarak serta memakai masker di dalam ruang tahanan.

Warga binaan yang terindikasi sakit, mendapatkan tambahan atau ekstra vitamin. Sedangkan yang baru tiba harus menjalani isolasi selama 14 hari sebelum berbaur dengan penghuni lapas lainnya.

Mengurangi kepadatan ruangan

Hingga saat ini jumlah warga binaan penghuni lapas mencapai 324 orang. Jumlah itu masih di bawah kapasitas maksimum lapas yang mampu menampung 470 warga binaan.

Baca juga: 30 penghuni Lapas Pekanbaru dipindah ke Tembilahan hindari COVID-19

Meski belum melebihi kapasitas, Lapas Wirogunan berusaha mengurangi kepadatan ruangan sel agar praktik jaga jarak fisik antarwarga binaan lebih mudah.

Cara yang ditempuh adalah dengan memberlakukan program asimilasi selama pandemi COVID-19. Sejak awal pandemi tercatat lebih kurang 90 napi mendapatkan hak asimilasi.

Asimilasi merupakan proses pembinaan narapidana di rumah masing-masing sebelum kembali ke masyarakat dengan kontrol yang ketat secara berkala dari balai pemasyarakatan.

Program itu hanya diberikan kepada warga binaan yang sudah memenuhi syarat yakni telah menjalani dua pertiga masa pidana sampai 31 Desember 2020. Asimilasi hanya diberikan kepada narapidana umum atau biasa dengan masa hukuman di bawah lima tahun.

Kepala Seksi Bimbingan Narapidana (Binapi) Lapas Wirogunan Yuli Purwanto menuturkan bahwa selama pandemi COVID-19 masih belum berakhir maka program itu dimungkinkan masih akan berlanjut pada 2021.

Menurut Yuli, kondisi ruangan sel tidak menjadi dasar warga binaan diprioritaskan mendapatkan asimilasi. Selama memenuhi syarat, seluruhnya memiliki kesempatan yang sama sesuai Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Permenkumham) Nomor 32 Tahun 2020 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat.

Menjaga mental spiritual

Untuk meningkatkan ketahanan warga binaan menghadapi pandemi COVID-19, Lapas Wirogunan tidak hanya berfokus pada aspek kesehatan jasmani saja, namun juga memperhatikan kesehatan rohani mereka.

Wali Warga Binaan Pemasyarakatan Lapas Wirogunan, Ambar Kusuma, menyebutkan bahwa tugas lapas adalah memberikan pembinaan, bukan menghukum.

Baca juga: 20 warga Lapas Narkotika positif COVID-19 setelah tes usap massal

Setiap warga binaan diwajibkan mengikuti program pembinaan rohani sebagai salah satu syarat lolos program asimilasi.

Dalam program pembinaan rohani itu, para warga binaan di antaranya diminta disiplin menjalankan ibadah sesuai agama masing-masing. Bagi yang Muslim diminta salat lima waktu, mendengarkan ceramah, hingga mengikuti program membaca atau menghafal Al-Qur'an.

Penguatan mental spiritual ini diyakini pihak lapas mampu membantu meningkatkan ketahanan mereka dari kemungkinan terpapar penyakit lahir dan batin.

Kesungguhan Lapas Wirogunan menangkal masuknya COVID-19 sudah terlihat dari gerbang terdepan lapas yang ditempeli poster panduan protokol kesehatan berukuran besar.

Dua petugas yang berjaga di balik gerbang besi setinggi kurang lebih tiga meter itu tidak akan meloloskan setiap tamu yang hendak masuk kecuali telah dicek suhu tubuhnya, memakai masker, serta diketahui tujuan kunjungan mereka.

Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2021