Itu bagian dari ekonomi kreatif yang harus dikembangkan
Metro, Lampung (ANTARA) - Terinspirasi dari menemukan daun jati yang memiliki tekstur lebih rapi, tak seperti biasanya, Linang Kharisma memulai menjadi perajin ukir daun di tempat tinggalnya di Kota Metro, Lampung.

Daun ukiran atau daun cukil (Dancuk), Linang menyebutnya, merupakan karya seni hasil dari pemanfaatan limbah daun jati (tectona grandis Lf) kering dengan metode carving (ukir).

Tidak semua daun bisa dimanfaatkan untuk membuat Dancuk, hanya daun yang bertulang keras saja yang bisa digunakan untuk metode ini, misal daun jati, kata Linang saat ditemui di kediamannya di Jl Tomat, Kelurahan Tejo Agung, Kecamatan Metro Timur.

Dancuk hanya dapat dibuat dari daun yang telah gugur, biasanya daun dari pohon yang dapat tumbuh di curah hujan 1500-2000 mm/tahun dan berguguran pada musim kemarau. Namun, tidak semua daun jati dapat digunakan. Masih ada proses seleksi dan hanya daun jati pilihan yang dapat digunakan sebagai bahan pembuatan Dancuk.

Baca juga: Teten: Adaptasi jadi kunci keberhasilan UMKM bangkit dari pandemi

Daun yang digunakan biasanya daun yang cukup suhu, kadar air, dan kelembabannya, sehingga bahan daunnya tidak keriting, jadi lebih mudah dalam proses pengukirannya dan tentunya pemilahan daun juga berpengaruh erat dari nilai estetika hasil karya. Bahan daun yang memiliki ciri-ciri demikian biasa ditemukan di sekitar pohon jati yang tumbuh dekat sumber air.

Dalam aktivitas pembuatan Dancuk, Linang tak pernah merasa kesulitan lantaran bahan baku pembuatannya melimpah ruah tersedia di alam. Saat membuat Dancuk, Linang tak sekadar bereksplorasi, ia juga ingin menunjukkan ke orang banyak bahwa alam telah memberikan seluruh kebutuhan manusia. Semua bisa dioptimalkan hingga memberi manfaat yang banyak.

Linang kemudian mencoba bereksplorasi dan mengoptimalkan benda-benda di sekeliling yang berpotensi punya nilai jual ekonomi. "Bisa dari hal sepele, seperti daun jati kering," tuturnya.

Dirinya punya angan-angan masyarakat dapat melihat sisi lain dari karyanya, bahwa setiap pekerjaan, terutama para petani, jika dikerjakan secara optimal akan cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Baca juga: Sandiaga Uno dorong pemulihan ekonomi kreatif saat pandemi

Harga Dancuk biasa dibanderol dengan terjangkau, mulai dari Rp150.000 hingga Rp500.000, tergantung dari ukuran dan sisi rumit pembuatannya. Linang menjelaskan, soal harga, jangan diukur dari nominal. Dirinya tidak bisa mengukur berapa harga yang pantas, dan tak jarang ia enggan menyebut harga ketika ditanya oleh peminat karyanya.

Salah satu penulis sastra di Kota Metro Lampung,Afriyan Arya Saputra, juga memuji karya-karya Linang Kharisma yang fokus pada ukiran daun.

Menurutnya, Linang memiliki kreativitas dan konsentrasi tinggi dalam setiap membuat karya ukir Dancuk, terlebih saat membuat pola ukiran di atas daun yang mudah terkoyak, hasil karyanya pun sangat mirip dengan wujud aslinya.

Ia mengapresiasi konsistensi Linang karena kemampuannya dalam berkarya, ditambah Dancuk merupakan karya yang tergolong unik dan langka.
 
Ukir daun di Kota Metro, Lampung, karya Linang Kharisma (Antara Lampung/M Misaf Khandiasih)


Bangkitkan ekonomi kreatif

Afriyan mengharapkan apa yang dilakukan Linang bisa menginspirasi banyak pihak untuk mendorong ekonomi kreatif, termasuk mendukung para pelakunya.

Saatnya pemerintah turun tangan memberi perhatian bagi seniman di Kota Metro guna menyokong ekonomi di Kota Metro agar lebih berkembang. Yang paling penting, para pelaku seni bisa mendapatkan martabat sebagai seniman dan kemandirian individu sebagai penunjang bekal mereka mencapai kualitas hidup yang ideal.

Di kesempatan terpisah, Ketua Dewan Kesenian Metro (DKM) Muadin Efuri, yang mengakui Linang Kharisma sebagai sosok yang mudah bergaul dan membaur dengan pemuda, mengutarakan bahwa Kota Metro memiliki banyak pemuda yang memiliki bakat dan potensi di bidang ekonomi kreatif.

Sehubungan dengan itu, sampai hari ini pihaknya masih komit untuk mengoptimalkan potensi itu dan membawa karya-karya mereka agar tampil di ruang publik, termasuk Dancuk karya Linang Kharisma.

Baca juga: Bertahan tetap kreatif selama pandemi

"Itu bagian dari ekonomi kreatif yang harus dikembangkan," katanya.

Muadin menjelaskan tentang beberapa kegiatan yang akan digelar dalam waktu dekat ini. Salah satu bentuk upayanya adalah membangun brand image produk lokal dengan menggelar pameran eksklusif, di mana karya yang dipamerkan adalah asli produk lokal karya masyarakat Kota Metro.

Brand image atau citra merek bisa diartikan sebagai perspektif konsumen atas suatu produk berdasarkan kualitas yang disajikan. Terkait itu, Muadin meyakini, jika karya sudah memiliki citra merek maka dari situ bisa menjadi penunjang mereka lebih produktif dalam berkarya.

Citra merek sangat penting dalam sebuah karya. Dengan itu orang-orang dapat mengukur nilai sebuah karya. Harga dari sebuah karya tidak bisa diprediksi karena berkaitan dengan estetika yang sifatnya subjektif. Peran citra merek untuk menyatukan persepsi hingga mengerucutkan sisi nilai sebuah karya menjadi sangat berharga.

DKM Metro berkomitmen tetap memfasilitasi seniman di Kota Metro mencapai puncak apresiasi pada karya-karya mereka.

Dengan dukungan semua pihak, terutama pemerintah, industri kreatif Indonesia berkembang pesat berikut para pelaku-pelaku di dalamnya, yang pada akhirnya berkontribusi besar terhadap pertumbuhan perekonomian nasional.

Baca juga: Menparekraf dorong pelaku ekonomi kreatif tingkatkan kapasitas produk
 
Ukir daun di Kota Metro, Lampung, karya Linang Kharisma (Antara Lampung/HO/M Misaf Khandiasih)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2021