Palu (ANTARA) - Keberadaan sumber daya alam berupa ketersediaan energi sumber daya mineral, khususnya di sektor pertambangan idealnya menjadi satu kekuatan untuk membangun daerah.

Namun tidak demikian, apabila pemanfaatan dan pengelolaan tambang tidak disertai dengan dokumen perizinan. Hanya segelintir orang yang menikmati kekayaan alam tersebut, bila pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam tanpa diikutkan dengan kebijakan pemerintah berupa pemberian perizinan.

Kegiatan pertambangan tanpa izin berdampak langsung terhadap kerusakan lingkungan, pencemaran dan sebagainya yang bisa berdampak langsung terhadap kelangsungan hidup manusia.

Karena itu, Ketua Komisi Hak Asasi Manusia (Komnas-HAM) RI Perwakilan Provinsi Sulawesi Tengah Dedi Askary mengemukakan penertiban terhadap tambang ilegal atau Peti harus segera dilakukan karena demi keberlangsungan kehidupan masyarakat, khususnya dari ancaman kerusakan lingkungan dan pencemaran lingkungan, baik air maupun udara.

"Lebih jauh, demi menghindari terjadinya petaka yang dapat dipastikan mengancam nyawa atau kehidupan masyarakat sekitar, bahkan untuk kepentingan keberlangsungan kehidupan anak cucu kita di masa depan," ujar Dedi.

Berdasarkan data Komnas-HAM Provinsi Sulteng, kata Dedi, pertambangan tanpa izin yang dilakukan di Dongi-Dongi Kabupaten Poso dan juga marak dilakukan di beberapa tempat lainnya seperti di Kabupaten Parigi Moutong, mulai dari Salubanga, Malakosa, Kayuboko, Buranga, Tinombo Selatan, Kasimbar, hingga Lobu Moutong, harus segera ditertibkan.

Komnas-HAM Perwakilan Sulawesi Tengah akan segera menyurati Kementerian Energi Sumber Daya Mineral menyangkut maraknya kegiatan pertambangan tanpa izin itu.

"Jika dalam waktu dekat ini tidak menampakkan progres yang menggembirakan, baik dari pemerintah daerah maupun pihak kepolisian di daerah atas penertiban Peti, kami melayangkan rekomendasi dan desakan ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral," ujarnya.

Surat Komnas-HAM itu nantinya dalam bentuk rekomendasi kepada Menteri ESDM untuk segera menugasi tim dari jajaran pejabat Inspektur Jenderal Kementerian (Itjend KESDM) bersama pejabat dari Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara, dan Kementerian Lingkungan dan Kehutanan (KLHK) dalam hal ini Direktur Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan dan Kehutanan (Dirjen Gakum KLHK), serta Mabes Polri untuk segera diturunkan guna mengambil langkah-langkah penting dan strategis dalam hal penertiban atau penutupan areal pengelolaan Peti di Sulteng.

Seirama dengan Komnas-HAM Sulteng, Ketua Komisi III DPRD Provinsi Sulteng Sonny Tandra juga mengakui bahwa selain karena berdampak buruk terhadap lingkungan dan bisa mengancam keberlangsungan hidup manusia, PETI juga menimbulkan masalah lain di kemudian hari.

Masalah itu di antaranya tidak ada yang mau bertanggung jawab bila sewaktu-waktu terjadi banjir bandang dan longsor, akibat dampak dari kegiatan tambang ilegal itu.

"Maka sekarang menurut saya, sambil kita menertibkan soal Peti itu, karena kalau tidak ditertibkan akan menuai masalah, karena PETI tidak ada yang bertanggung jawab terhadap pengelolaannya," kata Sonny Tandra.

Baca juga: Pemerintah dan aparat hukum bahas penambangan ilegal di Kapuas Hulu

Tutup Peti
Keberadaan tambang ilegal menuai kontrak, berbagai pihak mulai dari Komnas-HAM, DPRD, partai politik dan aktivis lingkungan menyuarakan agar tambang ilegal harus segera ditertibkan.

Kerusakan lingkungan serta tidak adanya pendapatan daerah dari keberadaan tambang ilegal, menjadi alasan kuat pihak-pihak tersebut menyuarakan agar tambang ilegal ditutup.

Komnas-HAM Perwakilan Provinsi Sulteng melalui Ketua Dedi Askary meminta Kepolisian Daerah (Polda) Sulteng dan Pemerintah Daerah Provinsi Sulteng agar segera melakukan penertiban terhadap penambangan emas ilegal yang ada di beberapa daerah di Sulteng di antaranya di Kabupaten Parigi Moutong, Poso, Palu.

"Penambangan tanpa izin harus segera ditertibkan untuk tidak dibuka kembali," Kata Dedi.

Menurut Komnas-HAM Sulteng pemerintah daerah dan pihak kepolisian di tingkat kabupaten dan provinsi juga harus berani mengambil sikap tegas untuk menertibkan hal itu.

Selain kepada pemerintah, Komnas-HAM Sulteng juga mendesak Gubernur Sulteng Terpilih di Pilkada 2020, Rusdi Mastura untuk mengambil langkah tegas menertibkan Peti bila telah selesai dilantik.

Desakan untuk menertibkan PETI juga dilontarkan oleh Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Nasional Demokrat (NasDem) Provinsi Sulteng.

"Persoalan penambangan emas tanpa ijin di Sulawesi Tengah sebenarnya menunjukkan kegamangan pemerintah untuk bersikap tegas. Dan sangat aneh dan cenderung seolah olah lokasi penambangan itu tidak bisa dipantau dan dijangkau, bahkan terkesan pembiaran," kata Ketua DPW Partai NasDem Sulteng Atha Mahmud.

Salah satu lokasi Peti berada di wilayah Taman Nasional Lore Lindu (TNLL) yaitu di Desa Dongi-dongi Kabupaten Poso, yang berbatasan dengan Kabupaten Sigi.

Keberadaan Peti di wilayah taman nasional ini, kata Atha Mahmud, idealnya gubernur sebagai wakil pemerintah pusat bisa mengundang pihak TNLL untuk menanyakan apa respon mereka terhadap Peti.

Begitu juga, kata dia, DPRD bisa mengundang pihak Balai TNLL dan Pemda berkaitan dengan apa yang sedang terjadi di TNLL khususnya wilayah Dongi-dongi.

"NasDem mengkritik pihak TNLL, mengapa membiarkan kembali masyarakat masuk lokasi itu, setelah ditutup beberapa tahun yang lalu di Dongi-dongi," kata dia.

Ia mengatakan pihaknya menyarankan seluruh pemangku kepentingan agar duduk bersama membicarakan masa depan TNLL.

"Termasuk duduk bersama membahas mengenai solusi terhadap PETI dengan mengubah status kawasan menjadi wilayah penambangan rakyat," ujarnya.

Respons Pemprov Sulteng
Pemerintah Provinsi Sulteng melalui Gubernur Longki Djanggola mengaku sudah banyak laporan yang disampaikan masyarakat kepadanya soal maraknya penambangan emas ilegal di wilayah Sulteng.

Informasi ini bukan baru sekarang, tetapi sudah lama didengarnya.

Tambang emas ilegal Dongi-Dongi dan termasuk lainnya di wilayah Parigi Moutong juga sudah didengarnya dan langsung diteruskan kepada pihak berwajib yakni Polda Sulteng untuk segera ditindak lanjuti.

"Tapi sampai sekarang ini belum juga, bahkan di Dong-Dongi sudah tambah ramai," kata Longki.

Mengenai kegiatan penambangan emas tanpa izin di wilayah Taman Nasional Lore Lindu, Gubernur Longki meminta kepada pihak Balai Besar Taman Nasional Lore Lindu (BTNLL) untuk segera melakukan langkah konkret untuk menyelesaikan tambang tersebut.

Apalagi, kawasannya berada dalam wilayah konservasi yang seharusnya dijaga, bukan sebaliknya.

"Saya sangat sayangkan hal ini kembali terjadi.Beberapa waktu lalu, termasuk saya sendiri datang ke lokasi tambang emas ilegal Dongi-Dongi pasca penutupan dengan menanam beberapa jenis pohon agar kawasan yang gundul bisa kembali hijau," kata dia.

Tetapi sekarang ini, pasti pohon-pohon penghijauan tersebut sudah tidak ada, sebab sudah kembali menjadi areal penambangan ilegal oleh orang-orang tak bertanggungjawab.

Baca juga: Menanti penyelesaian permasalahan tambang emas ilegal Dongi-Dongi

Ubah status kawasan
Salah satu upaya yang didorong dalam upaya penertiban Peti yakni mengubah status kawasan menjadi wilayah pertambangan rakyat.

Gagasan ini disampaikan oleh Gubernur Sulteng terpilih hasil pilkada 2020, Rusdi Mastura. Rusdi berjanji memprioritaskan pemberantasan pertambangan tanpa izin atau tambang ilegal yang ada.

"Jadi penertiban Peti ini akan menjadi program kami ke depan," kata Rusdi.

Dia bilang akan meminta semua data menyangkut keberadaan tambang ilegal di sana. "Pertambangan dengan skala kecil hingga besar, harus ada izin, agar tidak ada pemerasan," kata dia.

Ia mengemukakan kegiatan pertambangan dimungkinkan dilakukan bila pelaku usaha mengikuti semua ketentuan termasuk menyediakan jaminan rehabilitasi. "Saya akan bikin nanti, jadi kau boleh tambang, tapi harus kau sediakan memang jaminan rehabilitasi lingkungan pascatambang," ujarnya.

Menurut Rusdi wilayah potensial pertambangan namun belum mendapatkan izin sehingga dianggap tambang ilegal, ke depan jika dimungkinkan untuk diubah statusnya menjadi wilayah pertambangan rakyat maka skema itu akan didorong. Salah satu tujuannya untuk memberi pendapatan bagi desa.

"Tentu semua ini akan dibahas secara detail, dengan melihat semua ketentuan perundangan, termasuk pelaku usaha wajib menyedikan Instalasi Pengolahan Air Limbah dari kegiatan pertambangan," sebutnya.

Gagasan Rusdi Mastura ini mendapat dukungan dari Ketua DPRD Provinsi Sulteng Nilam Sari Lawira. Nilam menilai bahwa program itu bila positif untuk masyarakat dan daerah, maka DPRD akan mendukungnya.

Bahkan, saat ini DPRD Provinsi Sulteng melalui Komisi III telah mengagendakan pembahasan mengenai Peti dalam agenda kerjanya.

"Rencana kerja mengenai rapat pembahasan Peti sudah disetujui Komisi III, saya yang usulkan. Nah, sekarang tinggal mencari waktu untuk pelaksanaan rapat dengar pendapat," kata Ketua Komisi III DPRD Sulteng Sonny Tandra.

Komisi III DPRD Sulteng melakukan rapat dengar pendapat untuk mencari solusi.

"RDP ini bersama Polda Sulteng, Korem 132 Tadulako, Dinas Lingkungan Hidup Sulteng dan ESDM, kita pikirkan solusinya," ungkapnya.

Kemudian, hasil dari RDP itu akan dibawa ke Pemerintah Pusat dalam hal ini Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, untuk menerbitkan kebijakan mengenai wilayah pertambangan rakyat.

"Supaya wilayah-wilayah Peti bisa dilegalkan mejadi wilayah pertambangan rakyat, yang tidak bisa diolah secara besar-besaran oleh pemodal besar. Melainkan hanya bisa diolah oleh masyarakat," ujar Sonny Tandra.

Baca juga: Polda Kalbar sita dua alat berat di lokasi tambang emas ilegal

Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2021