Jakarta (ANTARA) - Scientific Program Advisor Yayasan Konservasi Rare Aquatic Species of Indonesia (RASI), Danielle Kreb mengatakan 66 persen penyebab matinya Pesut Mahakam adalah terjerat rengge, yakni alat tangkap ikan bagi warga di wilayah Kalimantan Timur.

"Untuk dugaan penyebab kematian, kita melihat 66 persen memang disebabkan oleh rengge, 10 persen tertabrak kapal, enam persen dibunuh, misalnya tertangkap dalam rengge, setelah itu tidak dilepas tapi dibunuh," kata ​​Danielle dalam seminar virtual (webinar) "Penduduk dan Lingkungan: Antara Subsistensi dan Keberlanjutan" yang diselenggarakan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Yayasan Konservasi RASI di Jakarta, Senin.

Baca juga: RASI: Populasi Pesut Mahakam menurun

Baca juga: Wisata Pesut Mahakam diperpanjang penutupannya, cegah sebaran Corona


Untuk angka kematian selama rentang waktu 1995-2018, rata-rata empat ekor Pesut Mahakam mati per tahun, yang kebanyakan dewasa, tapi ada juga bayi. Pada puncaknya, ada 10 ekor pesut mati pada 2018. Pada 2019, empat ekor mati, dan pada 2020 ada dua ekor mati.

Perempuan peneliti asal Belanda itu menuturkan peningkatan kematian pesut pada 2018 karena waktu itu musim kemarau berkepanjangan, sehingga sejumlah masyarakat beralih pada penangkapan ikan dengan menggunakan racun, yang berpengaruh pada kelestarian habitat Pesut.

Akibat penggunaan racun itu, banyak ikan air tawar di wilayah Sungai Mahakam mati, dan saat dilakukan penelitian di laboratorium ditemukan ada kandungan logam berat di dalam daging ikan, dan itu tentunya berbahaya untuk kelangsungan hidup hewan di perairan tawar itu.

Sementara itu, pada 2002 sudah ada sembilan laporan Pesut Mahakam yang dibebaskan dari jeratan rengge dan tujuh ekor  selamat dari rawa pada 2002, 2009, 2017, dan 2019 dengan penyelamatan mandiri yang melibatkan masyarakat setempat.

Danielle menuturkan terkena alat rengge menjadi ancaman utama bagi pesut karena menyebabkan kematian langsung pada hewan itu.

Baca juga: Pesut mahakam mati diduga terjerat jaring

Baca juga: Peneliti prihatin tingginya angka kematian pesut mahakam


Ancaman lain dari keberlanjutan hidup pesut adalah penggunaan alat tangkap ikan yang tidak lestari, dimana nelayan setempat menggunakan setrum, polusi suara dari kapal besar yang melintasi perairan itu dan pesut ditabrak kapal.

Berdasarkan informasi dari nelayan setempat, Danielle menuturkan pesut suka berada di sekitar area dimana perahu nelayan berada untuk melakukan penangkapan ikan dengan setrum karena kemungkinan ada ikan yang lepas dari setruman, sehingga menjadi makanan bagi pesut.

Namun, itu berisiko buat anak pesut karena bisa terkena dampak setruman. Ada satu kasus kematian anak pesut yang kemungkinan besar disebabkan oleh setruman itu.

Selain itu, ancaman nyata lain adalah konservasi hutan untuk perkebunan sawit yang menyebabkan sedimentasi dan kehilangan tempat ikan bertelor serta berkurangnya sumber daya perikanan.

Masalah sampah domestik di dalam kawasan pesut juga menjadi ancaman yang harus ditangani untuk kelangsungan hidup pesut. Banyak sampah plastik dibuang langsung ke sungai.

Untuk itu, RASI membagikan 400 drum sampah untuk warga setempat agar dipakai sebagai wadah membakar sampahnya agar tidak membuang sampah ke sungai.

Baca juga: Perlu kawasan konservasi ideal untuk pesut mahakam

Dengan memberi satu drum dapat mengurangi 666 cm kubik volume plastik per tahun masuk ke sungai.

Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2021