Jakarta (ANTARA) - Pupuk sebagai penyubur tanaman merupakan salah satu sarana produksi yang sangat dibutuhkan dalam budidaya pertanian, baik tanaman pangan, hortikultura maupun perkebunan.

Salah satu fungsi penggunaan pupuk bagi tanaman yakni untuk meningkatkan kesuburan lahan, karena memiliki unsur hara yang dibutuhkan tanah, yang pada akhirnya berdampak terhadap peningkatkan produktivitas tanaman.

Ada dua jenis pupuk yang dipergunakan dalam pertanian yakni pupuk organik yang diproduksi dari bahan-bahan organik seperti sisa-sisa tanaman ataupun kotoran hewan, maupun unsur-unsur alam lainnya. Yang kedua yakni pupuk kimia atau buatan yang diproses secara kimiawi.

Sejak 1970-an para petani di tanah air dikenalkan dengan pupuk sintesis kimia, melalui program Revolusi Hijau, sehingga mereka meninggalkan kebiasaan penggunaan pupuk organik atau dulu lebih dikenal pupuk kompos atau pupuk hijau.Beberapa jenis pupuk kimia yang sering dipergunakan petani maupun pekebun yakni urea, pupuk ZA, SP36, KCL, ZK, NPK dan dolomite (kapur karbonat).

Penggunaan pupuk kimia memang mampu meningkatkan produksi pertanian, namun pemakaian yang berlebihan dan dalam waktu yang lama ternyata membawa dampak menurunnya kualitas tanah.

Baca juga: Fakultas Pertanian Unsyiah kembangkan pupuk hayati mikoriza

Kandungan organik dalam tanah berkurang drastis, mengakibatkan bakteri yang ada dalam tanah kekurangan asupan gizi. Karena bakteri dalam tanah mulai tak efektif bekerja maka residu pupuk kimia tidak terurai sehingga tanah mengeras dan tanaman tidak mendapat pasokan gizi yang cukup.

Semua itu akhirnya berdampak terhadap penurunan produktivitas tanaman di sisi lain biaya produksi meningkat karena peningkatan dosis pupuk, obat-obatan dan biaya perawatan.

Sebagai upaya untuk mendorong penggunaan pupuk organik maka Kementerian Pertanian melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) menyosialisasikan penggunaan pupuk organik yang diperkaya dengan mikrob atau disebut pupuk organik hayati.

Kepala Balitbangtan Fadjry Djufry mengungkapkan bahwa pupuk organik bisa menjadi solusi untuk meningkatkan produktivitas pertanian dan mengembalikan kesuburan tanah, apalagi jika pupuk organik ditambah dengan komponen lain seperti mikrob.

Baca juga: Balittri kembangkan biofertilizer pemacu pertumbuhan kopi dan kakao

"Bentuk pupuk organik dapat berupa padat atau cair. Ia juga dapat diperkaya bahan mineral atau mikrob bermanfaat. Tugas kita menderaskan informasi teknologi tersebut ke petani seluas mungkin. Tujuannya agar setiap petani mampu menyehatkan tanahnya sendiri," ucap Fadjry saat Bimbingan Teknis (Bimtek) Online yang digelar Balai Penelitian Tanah (Balittanah), Kamis (25/2) lalu
.
Menurut peneliti Balai Penelitian Tanah (Balittanah) Dr. Ir. Etty Pratiwi pupuk organik seperti pupuk kandang, pupuk hijau, dan kompos bisa diperkaya dengan mikrob seperti Trichoderma (dekomposer), mikrob penghasil antipatogen, mikrob pelarut P, dan bakteri penambat N. Namun, mikrob tidak serta-merta ditambahkan ke pupuk organik, tetapi harus memenuhi kualifikasi dan melalui beberapa proses.

Syarat pupuk hayati pengaya adalah bersifat unggul artinya memiliki sifat fungsional dan daya tahan. Selain itu, jika menggunakan lebih dari satu mikrob, mikrobnya tidak bersifat saling antagonis.

"Mikrob juga harus dapat tumbuh dan berkembang dengan baik di dalam pupuk organik serta bisa memberikan nilai tambah pada pupuk organik," ujarnya.

Pengayaan pupuk organik dengan mikrob teruji memberikan manfaat dan lebih menyuburkan tanaman. Sebagai contoh, pupuk organik yang diperkaya dengan Trichoderma bisa mengurangi layu Fusarium sp. pada cabai dan bercak coklat pada tomat. Tidak hanya itu, terdapat beberapa manfaat lainnya dari pengayaan pupuk organik dengan mikrob.

Pupuk organik yang diperkaya mikrob bisa meningkatkan efisiensi pupuk anorganik 20-50 persen, meningkatkan hasil panen 20-50 persen, meningkatkan kualitas hasil panen, meningkatkan ketahanan tanaman, dan bisa memperbaiki kerusakan tanah akibat penggunaan pupuk kimia dan pestisida yang berlebihan.

Penggunaan teknologi mikrob tersebut sejalan dengan misi Kementerian Pertanian guna mengoptimalkan inovasi untuk kemajuan pertanian, seperti yang selalu disampaikan oleh Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo di berbagai kesempatan.

"Ilmu terus berkembang, teknologi semakin maju. Dan pertanian kita pun sudah masuk dalam era 4.0. Artinya inovasi dan teknologi harus juga diterapkan dalam pertanian. Karena inovasi ini yang bisa membantu kita meningkatan produktivitas pertanian," ujar Syahrul.

Etty memaparkan mikrob bisa didapatkan dan diisolasi dengan cara sederhana, misalnya, untuk mendapatkan Trichoderma sp., bisa dilakukan dengan menggunakan media serasah akar bambu, daun bambu, dan nasi. Ketiganya dimasukkan ke dalam media batang bambu dan didiamkan selama 5-7 hari.

Setelah itu terbentuklah koloni fungi. Namun, fungi tersebut harus diidentifikasi dan diuji terlebih dahulu. Selain itu, mikrob juga bisa didapatkan di lembaga pengelola culture collection, unit Balitbangtan, perguruan tinggi, hingga online shop.

Seperti diketahui pupuk adalah komponen yang melekat di dunia pertanian, kandungan hara pupuk dibutuhkan agar tanaman tumbuh subur sehingga produktivitas meningkat. Peningkatan dosis pupuk kimia dan pestisida ternyata tidak mampu lagi meningkatkan produksi pertanian bahkan mengakibatkan tanah pertanian menjadi padat, keras dan sukar diolah, serangan hama penyakit tanaman meningkat, erosi tanah meningkat dan produktifitas menurun, serta pencemaran lingkungan.

Penggunaan bahan kimia pada budidaya petanian berdampak besar terhadap organisme tanah dan biodiversitas mikrob tanah. Usaha untuk memperbaiki kondisi ini adalah penggunaan pupuk organik, pupuk hayati dan mengurangi penggunaan pupuk kimia.

Penggunaan pupuk organik hayati dinilai bisa menjadi pilihan karena memiliki prospek yang bagus untuk pertanian Indonesia. Selain bisa menjadi solusi untuk pemupukan berimbang, teknologi pemupukan ini juga ramah lingkungan dan sangat tepat digunakan untuk program peningkatan produktvitas pertanian.

Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2021