Jangan sampai karena hasutan beberapa pihak, justru membuat perpecahan kembali dalam tubuh bangsa Indonesia
Jakarta (ANTARA) - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengapresiasi langkah cepat Presiden Joko Widodo yang mencabut Lampiran III Perpres Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal.

Menurut dia, langkah tersebut menunjukkan bahwa Presiden Jokowi sangat peka terhadap masukan yang datang dari berbagai kalangan masyarakat, khususnya dari para tokoh agama seperti MUI, PBNU, Muhammadiyah, dan lain sebagainya.

"Indonesia memang bukan negara agama melainkan negara yang hidup bersumber dari nilai-nilai agama. Dalam salah satu ajaran agama, yakni Islam, dan juga mungkin ajaran agama lainnya, minuman keras jelas dilarang," kata Bamsoet dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.

Dia menilai respon cepat Presiden mencabut izin investasi minuman keras tersebut sangat tepat, sehingga tidak menimbulkan pro dan kontra lebih lanjut di berbagai kalangan masyarakat.

Bamsoet mengajak masyarakat tidak lagi terjerumus dalam perdebatan maupun hasutan pro dan kontra legalisasi investasi minuman keras.

"Jangan sampai karena hasutan beberapa pihak, justru membuat perpecahan kembali dalam tubuh bangsa Indonesia," ujarnya.

Baca juga: Monisyah: Cabut Perpres 10/2021 bukti Presiden dengar suara rakyat

Baca juga: Anggota DPR: Jangan sebar hoaks terkait Perpres 10/2021


Menurut dia, Pemerintah secara konsisten juga terus mengendalikan perdagangan minuman keras, sehingga tidak sembarangan orang bisa membelinya.

Dia menjelaskan, dalam Poin 44 Lampiran III Perpres 10/2021 mengatur dengan tegas penjualan minuman keras hanya diperbolehkan di hotel dan tempat pariwisata.

"Minuman keras tetap dilarang diperjualbelikan di mal, 'supermarket', maupun 'minimarket' atau toko swalayan," katanya.

Politisi Partai Golkar itu mengatakan, selama ini kebutuhan minuman keras di Indonesia dipasok melalui impor, di tahun 2015, impor untuk minuman beralkohol dengan harmonized system (HS) 2203-2208 nilainya tercatat mencapai 10,4 juta dolar AS.

Menurut dia, jumlahnya meningkat menjadi 21,2 juta dolar AS di 2016, kemudian 33,4 juta dolar AS pada tahun 2017, dan melejit menjadi 93,5 juta dolar AS di tahun 2018, namun anjlok menjadi 28,4 juta dolar AS pada tahun 2019.

"Terlepas dari tingginya impor maupun potensi ekonomi yang bisa dikembangkan, pelarangan investasi minuman keras yang dilakukan Presiden Joko Widodo sudah sangat tepat. Karena di atas kepentingan ekonomi, kita harus mendahulukan kepentingan sosial kebangsaan," ujarnya.

Dia menilai, jangan sampai karena kepentingan ekonomi justru merusak rajutan persatuan dan kesatuan bangsa.

Baca juga: Landasan hukum pencabutan Lampiran III Perpres Nomor 10/2021

Baca juga: Lampiran izin investasi miras dicabut, Bahlil minta stop polemik


Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2021