Banda Aceh (ANTARA) - Gerakan anak sadar sejarah Aceh melakukan demonstrasi di Balai Kota Banda Aceh, mereka menuntut Wali Kota Banda Aceh Aminullah Usman menghentikan proyek Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) di Gampong (desa) Pande kota setempat karena banyak ditemukan situs sejarah.

"Kami meminta kepada Wali Kota Banda Aceh untuk segera membatalkan kembali proyek IPAL di Gampong Pande itu," kata koordinator aksi Aiman, di Banda Aceh, Senin.

Pemerintah Kota Banda Aceh kembali melanjutkan pembangunan proyek IPAL di Gampong Pande yang sempat terhenti karena banyak ditemukan situs bersejarah seperti nisan makam raja dan ulama Aceh pada 2017 lalu.

Kelanjutan pembangunan tersebut menuai kritikan serta penolakan dari berbagai kalangan masyarakat Aceh, terutama warga setempat, budayawan hingga keturunan Raja Aceh.

Baca juga: Tolak IPAL di lokasi bersejarah, warga Banda Aceh surati Menteri PUPR

Baca juga: Pemerhati surati Menteri PUPR terkait proyek IPAL di situs sejarah


Aiman menyatakan aksi mereka tersebut bukan hanya karena menolak pembangunan IPAL semata, tetapi yang menjadi persoalan titik lokasinya berada di tempat bersejarah, bahkan sudah ditemukan beberapa nisan kuno.

"Proyek IPAL memang perlu, tetapi jangan dibangun di lokasi penemuan situs sejarah, karena itu harus dilestarikan. Setidaknya jangan hilangkan sejarah," ujarnya.

Namun, aksi para pemuda Aceh itu tidak disambut perwakilan Pemerintah Banda Aceh, hal itu karena massa menolak dijumpai pejabat selain dari Wali Kota Banda Aceh Aminullah Usman.

Beberapa waktu lalu, Kepala Dinas PUPR Banda Aceh T Jalaluddin mengatakan keputusan kelanjutan pembangunan IPAL tersebut setelah adanya kesepakatan bersama, di mana pemerintah tetap menjaga situs sejarah yang ditemukan di lokasi.

"Kesimpulannya menyetujui pembangunan IPAL dan jaringan air limbah domestik Banda Aceh dilanjutkan dengan terlebih dahulu disosialisasikan kepada masyarakat sekitar lokasi," kata Jalaluddin.

Masyarakat Gampong Pande Banda Aceh juga menolak pembangunan IPAL di lokasi penemuan situs-situs bersejarah itu, bahkan mereka telah menyurati Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) RI, dan belum mendapatkan balasan.*

Pewarta: Rahmat Fajri
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021