dikhawatirkan setelah hari raya Idul Fitri itu akan terjadi lonjakan
Jakarta (ANTARA) - Epidemiolog dari Universitas Indonesia Pandu Riono mengatakan larangan mudik untuk mencegah mobilitas tinggi penduduk sehingga dapat menahan lonjakan kasus COVID-19 menjadi sangat tinggi.

Pandu menuturkan belajar dari lonjakan kasus sangat tinggi di India, di mana masyarakat berkumpul melakukan ritual keagamaan dan melakukan aktivitas yang menyebabkan kerumunan sementara abai terhadap protokol kesehatan dengan cepat, penularan COVID-19 meluas dan tidak terkendali.

"Kondisi itu mirip dengan Indonesia ini kita mau melakukan ritual mudik ya kan virus B117 juga ada di Indonesia walaupun itu belum mendominasi sehingga kalau tidak dicegah mobilitas penduduknya maka dikhawatirkan setelah hari raya Idul Fitri itu akan terjadi lonjakan yang sangat tinggi," kata Pandu saat dihubungi ANTARA, Jakarta, Senin.

Masyarakat berkerumun dengan sikap abai pada protokol kesehatan menyebabkan penularan COVID-19 meningkat signifikan di India.

Diberitakan, India melaporkan lebih dari 2.000 korban meninggal karena COVID-19 dalam 24 jam terakhir, angka tertinggi bagi India hingga saat ini, menurut data Kementerian Kesehatan pada Rabu.

India pada Kamis mencatat rekor 314.835 kasus baru COVID-19 dalam sehari, lonjakan harian tertinggi di dunia.

Kasus COVID-19 di India kini mencapai 15,93 juta, dengan total 184.657 kematian, termasuk 2.104 kematian baru, menurut data kementerian.

Pakar kesehatan mengatakan India sudah lalai ketika virus tampaknya terkendali selama musim dingin, saat tercatat sekitar 10.000 kasus baru sehari dan ketika pihaknya mencabut pembatasan COVID-19 yang memungkinkan pertemuan besar.

Pemerintah Perdana Menteri Narendra Modi menuai kritikan lantaran menggelar rapat umum politik untuk pemilu daerah dan mengizinkan festival agama, di mana jutaan orang berkumpul.

Baca juga: Wiku: Tidak mudik akan selamatkan mayoritas lanjut usia

Baca juga: Doni Monardo: Jangan mudik, lindungi keluarga dari COVID-19


Tentunya, Pemerintah Indonesia tidak ingin kondisi serupa itu terjadi di Tanah Air. Epidemiolog Pandu mengatakan jika memaksakan mobilitas seperti dengan mudik, bepergian, bersilahturahmi, maka kondisi terburuk yang terjadi adalah lonjakan kasus setelah Lebaran nanti.

"Kita akan mengalami kayak akhir tahun lalu rumah sakit penuh. Rumah sakit penuh karena banyak yang masuk rumah sakit terus kemudian sebagian meninggal karena kita vaksinasi lansia ini masih rendah terutama di daerah-daerah ini yang sangat menghawatirkan," tuturnya.

Apalagi, menurut Pandu, biasanya orang melakukan silahturahmi pada saudara atau keluarga yang jauh lebih tua sementara sebagian besar dari mereka yang lebih tua ini belum divaksinasi. Para lanjut usia juga merupakan kelompok rentan dan daya tahan tubuh mereka cenderung lemah, apalagi memiliki penyakit penyerta sehingga akan lebih berisiko terhadap kematian jika terinfeksi COVID-19.

Itulah sebabnya perlu menahan diri untuk tidak mudik dan bermobilitas atau bersilahturahmi untuk menyelamatkan orang-orang yang dikasihi.

"Jangan sampai mereka terinfeksi terkena terus meninggal karena kita mendatangi silahturahmi tersebut. Lebih baik kita masih bisa usaha untuk mencegah kita lakukan itu," ujarnya.

Pandu mengatakan yang dilarang adalah mobilitas penduduk sehingga tidak hanya mudik yang dilarang, tapi seharusnya juga kegiatan lain yang melibatkan mobilitas penduduk diimbau untuk tidak dilakukan seperti bersilahturahmi dan berwisata.

Menurut Pandu, jika kegiatan bersilahturahmi dan berwisata masih tetap diizinkan maka sama saja akan meningkatkan penularan dan bisa terjadi lonjakan seperti di India. Jadi, pemerintah harus konsisten untuk membatasi mobilitas penduduk.

"Lebih baik kita menahan diri. Ujian terbesar kita adalah menahan untuk tidak melakukan yang bisa merugikan kita sendiri atau keluarga kita atau orang lain," tuturnya.


 

Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2021