Jakarta (ANTARA) - Pemerintah Indonesia memberikan beragam insentif kepada masyarakat dan industri yang memasang Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) atap sebagai upaya meningkatkan kapasitas energi terbarukan nasional sekaligus menurunkan emisi gas rumah kaca akibat penggunaan energi fosil.

Direktur Aneka Energi Baru dan Terbarukan Kementerian ESDM Chrisnawan Anditya dalam pernyataannya di Jakarta, Rabu, mengatakan terdapat tiga poin insentif yang pemerintah dorong untuk memunculkan semangat masyarakat dan industri agar memasang PLTS atap.

"Pemasangan PLTS atap itu ditujukan untuk pengurangan tagihan listrik, mendapatkan listrik dari sumber energi terbarukan, dan berkontribusi untuk menurunkan gas rumah kaca," kata Chrisnawan.

Insentif pertama, tagihan listrik pelanggan dihitung berdasarkan jumlah kilo Watt hour (kWh) yang diimpor dari PLN dikurangi dengan nilai kWh ekspor yang tercatat pada meter kWh ekspor impor yang semula dikali 65 persen akan ditingkatkan menjadi 75-90 persen.

Insentif ini akan mengurangi tagihan listrik yang dibebankan kepada pelanggan berdasarkan nilai konversi dari persentase tersebut.

Selanjutnya, insentif kedua saat masyarakat atau industri yang memiliki kelebihan listrik yang belum terpakai akan diserap oleh pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik yang semula hanya tiga bulan, lalu diperpanjang menjadi lima bulan.

Kemudian, insentif ketiga adalah pemerintah mengurangi biaya pengalihan kewajiban capacity charge terutama bagi industri yang awalnya bernilai 40 jam, lalu sekarang telah dikurangi menjadi hanya lima jam saja.

"Berdasarkan catatan yang kami rekam, pemasangan PLTS atap dapat memberikan penghematan kurang lebih sekitar 15-20 persen," imbuh Chrisnawan.

Baca juga: Kementerian ESDM: PLTS atap kunci keberhasilan bauran energi nasional

Baca juga: PLTS atap dinilai solusi penuhi target bauran EBT 23 persen

Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2021