Denpasar (ANTARA News) - Penampilan tari pendet yang dibawakan 1.650 wanita dalam berbagai kelompok umur berhasil membukukan diri dalam Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai tarian massal dengan penari terbanyak.

"Tarian tersebut kami catat dalam rekor MURI setelah jumlah penarinya terhitung paling banyak dalam suatu pegelaran tari massal selama ini," kata Paulus Pangka, pengurus MURI, ketika menyerahkan menghargaan tersebut di GOR Ngurah Rai Denpasar, Bali, Rabu.

Tampak hadir dalam penyerahan penghargaan itu, Menteri Pendidikan Nasional Muhammad NUH, Wakil Gubernur Bali AAN Puspayoga dan sejumlah pejabat teras di jajaran Pemprov Bali lainnya.

Penghargaan MURI tersebut diberikan kepada Rektor Universitas Saraswati Denpasar Tjok Istri Sri Ramaswati dan Ketua Yayasan Perguruan Saraswati I Gusti Gede Anom, masing-masing selaku penyelenggara dan penggasas tarian massal itu.

Tari pendet yang melibatkan 1.650 pelajar wanita mulai dari tingkat taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi, ditampilkan untuk memeriahkan pembukaan Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (Pimnas) XXIII yang berlangsung di Pulau Dewata.

Menteri Pendidikan Nasional Muhammad Nuh dan 21.301 mahasiswa utusan dari 113 perguruan tinggi di Indonesia yang ambil bagian dalam Pimnas, sempat menyaksikan kebolehan wanita Bali dalam membawakan tarian yang kerap disebut tari selamat datang.

Ketua Jurusan Seni Tari Fakultas Seni Pertunjukkan Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar I Nyoman Cerita SST MFA yang melatih para penari tersebut, mengatakan, pihaknya membutuhkan waktu beberapa minggu guna mempersiapkan 1.650 wanita dari berbagai kelompok umur untuk bisa membawakan tari pendet dengan baik.

Dengan diiringi alunan instrumen musik tradisional Bali (gamelan) yang melibatkan 40 penabuh dari Yayasan Saraswati Denpasar, para penari tampak begitu lentur dan kompak dalam setiap formasi dan konfigurasi yang ditampilkan.

Berkat persiapan yang cukup baik dan matang, kata dia, seluruh peserta mampu menampilkan tari pendet dengan baik, termasuk saat membentuk konfigurasi terkait penyelenggaraan Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional.

Mereka mengenakan busana tari Bali dalam aneka warna, sehingga mampu mencerminkan karya seni menjadi sebuah persembahan yang mengagungkan.

Seni juga memuliakan kebenaran dan menyuburkan keindahan di pangkuan Bali pertiwi. Suara gamelan, lenggok gemulai penari berpadu, alunan bersatu dengan lambaian umbul-umbul yang menjuntai mengantarkan "canang sari" yang begitu suci dan mempesona, terbukti menentramkan hati sanubari.

Tari pendet pernah diklaim sebagai milik Malaysia yang tayangkan pada sebuah stasiun televisi sebagai upaya promosi pariwisata bagi negara tersebut.

Padahal yang sesungguhnya, kata Nyoman Cerita, tari pendet terlahir dan berkembang di Bali. Tari ini tercatat telah cukup memasyarakat sejak lebih dari setengah abad silam.

Tak lama setelah diciptakan oleh dua seniman Bali pada tahun 1950, tari pendet langsung memasyarakat sehubungan kerap dipakai menyambut kehadiran tamu-tamu penting yang datang ke Pulau Dewata.

Menurut Nyoman Cerita, sederet tamu penting pada 1950-an, termasuk saat menerima kedatangan Presiden Soekarno dan Wapres Bung Hatta, kerap disambut dengan tari pendet.

"Begitu mereka menginjakkan kaki di Bandara Ngurah Rai atau di kantor gubernuran di Denpasar, langsung disambut dengan tari pendet, katanya.

Sehubungan dengan seringnya ditampilkan di depan Presiden dan tamu negara lainnya, tidak mengherankan bila tari pendet kemudian begitu cepat memasyarakat, bahkan menyusul dikagumi berbagai kalangan dari belahan dunia.

Dari catatan yang ada, tari pendek digagas dua seniman kelahiran Desa Sumertha, Kota Denpasar, yakni I Wayan Rindi dan Ni Ketut Reneng.

Kedua seniman itu yang pertama kali mencetuskan tari pendet dengan menampilkan empat orang penari wanita, ucapnya. (*)
(T.I006/R009)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010