Jakarta (ANTARA) - Pengamat kelautan dan Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim mengingatkan bahwa upaya meningkatkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sektor perikanan perlu memperhatikan pentingnya faktor konservasi ekosistem perairan.

"Logika meningkatkan PNBP Perikanan dengan penerapan ultimum remedium (mengedepankan sanksi denda dibanding pidana penjara) jelas memiliki korelasi terhadap kenaikan pundi-pundi pemasukan negara dari pos non-pajak," kata Abdul Halim di Jakarta, Kamis.

Seperti diketahui, KKP menargetkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor kelautan dan perikanan pada tahun 2024 mencapai Rp12 triliun. PNBP dari sektor tersebut pada tahun 2020 lalu hanya sekitar Rp600 miliar.

Namun, Abdul Halim mengingatkan bahwa bila bentuk pelanggaran terkait PNBP Perikanan di bidang pelanggaran lingkungan, sosial, dan ekonomi ditindak dengan menggunakan skema dengan lebih mengedepankan sanksi denda administratif dibandingkan pidana, maka niscaya masyarakat akan menerima kerugian yang jauh lebih besar.


Baca juga: Sektor perikanan tangkap akan dikenakan PNBP pascaproduksi mulai Juni



Belum lagi, masih menurut Abdul Halim, apabila bentuk pelanggaran terhadap konservasi tersebut adalah kerusakan lingkungan di pesisir dan laut, tidak terkecuali di pulau-pulau kecil.

Sementara itu, Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Kendari, Syamsu Anam Illahi menyatakan, rencana Kementerian Kelautan dan Perikanan yang mencanangkan target tinggi untuk PNPB perikanan harus dapat dikomunikasikan dengan akurat kepada berbagai pemangku kepentingan.

"PNBP dan pajak selama ini menimbulkan ketegangan yang permanen antara pusat dan daerah, sehingga kebijakan ini harus dikomunikaiskan dengan baik," kata Syamsu.

Menurut dia, rencana kenaikan pungutan PNBP perikanan mempertegas sinyalemen bahwa secara umum kebijakan keuangan pemerintah saat ini mengarah kepada resentralisasi fiskal.

Syamsu mengatakan bahwa kenaikan pungutan PNBP perikanan nantinya mesti diikuti dengan kebijakan repatriasi manfaat PNBP kepada semua pihak. "Harus clear, manfaat yang didapat harus sama dengan pajak yang diberikan," kata Syamsu.


Baca juga: KKP targetkan PNBP sekor kelautan dan perikanan capai Rp12 triliun

Baca juga: Menteri KKP: PNBP sektor perikanan bisa tingkatkan infrastruktur


Sebelumnya, Plt Dirjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Antam Novambar menyatakan paradigma penekanan terhadap sanksi administratif diharapkan dapat meningkatkan PNBP sektor kelautan dan perikanan.

"Diharapkan muncul kesadaran sehingga apa yang dijadikan prioritas pak Menteri (Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono) bisa terwujud, yaitu peningkatan PNBP," kata Antam Novambar dalam acara konsultasi publik Rancangan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang Pengenaan Sanksi Administrasi Bidang Kelautan dan Perikanan yang digelar secara virtual di Jakarta, Senin (28/4).

Menurut dia, regulasi yang sedang disusun mengacu ke UU Cipta Kerja yang memiliki paradigma berbeda yaitu tidak hanya menjatuhkan sanksi pidana tetapi lebih berharap kepada penerapan denda administratif.

Untuk itu, ia menekankan pentingnya melakukan konsultasi publik serta sosialisasi kepada pelaku usaha bidang perikanan terhadap beragam hal terkait UU Cipta Kerja, agar ada pencerahan dan pemahaman.


Baca juga: Anggota DPR: Peningkatan PNBP perikanan harus didukung mesin birokrasi

Baca juga: Pakar: Target PNBP perikanan harus dikomunikasikan dengan baik

 

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2021