Jakarta (ANTARA) - Indonesia mengutuk serangan brutal yang menyasar Sekolah Sayed Al-Shuhada, Afghanistan, yang telah menyebabkan puluhan korban jiwa dan ratusan luka-luka termasuk murid-murid perempuan yang tidak berdosa.

“Duka cita dan simpati yang mendalam terhadap keluarga korban dan seluruh rakyat Afghanistan,” demikian disampaikan Kementerian Luar Negeri RI melalui Twitter, Minggu malam.

Pemerintah Indonesia juga menegaskan akan terus mendukung upaya memerangi terorisme dan mewujudkan perdamaian yang lestari di Afghanistan.

Korban tewas akibat ledakan di luar sebuah sekolah di Ibu Kota Kabul telah meningkat menjadi 68, kata para pejabat Afghanistan pada Minggu seperti dilaporkan Reuters.

Para dokter tengah berjuang untuk memberikan perawatan medis kepada 165 orang yang terluka dan para pejabat berusaha untuk mengidentifikasi jenazah.

Pengeboman pada Sabtu (8/5) malam itu mengguncang lingkungan Muslim Syiah di kota itu, Dasht-e-Barchi. Komunitas, minoritas agama di Afghanistan, telah menjadi sasaran di masa lalu oleh militan ISIS, sebuah kelompok militan Sunni.

Awalnya sebuah bom mobil diledakkan di depan sekolah Sayed Al-Shuhada pada Sabtu, dan ketika para siswa bergegas keluar karena panik, dua bom lain meledak.

Para pejabat mengatakan sebagian besar dari mereka yang tewas adalah gadis sekolah. Beberapa keluarga masih mencari anak-anak mereka yang hilang di rumah sakit.

"Ledakan pertama sangat kuat dan terjadi begitu dekat dengan anak-anak sehingga beberapa dari mereka tidak dapat ditemukan," kata seorang pejabat Afghanistan, yang tidak mau disebutkan namanya.

Seorang saksi mata mengatakan kepada Reuters bahwa semua kecuali tujuh atau delapan korban adalah siswi yang pulang setelah menyelesaikan studi.

Pada Minggu, warga sipil dan polisi mengumpulkan buku dan tas sekolah yang berserakan di jalan berlumuran darah yang sibuk dengan pembeli menjelang perayaan Idul Fitri minggu depan.

Presiden Afghanistan Ashraf Ghani pada Sabtu menyalahkan serangan itu pada gerilyawan Taliban, tetapi juru bicara Taliban membantah terlibat, mengatakan kelompok itu mengutuk setiap serangan terhadap warga sipil Afghanistan.

Paus Fransiskus mengutuk serangan di Kabul, dan menyebutnya sebagai "tindakan tidak manusiawi"---saat menyampaikan sambutan kepada umat Katolik di Lapangan Santo Petrus, Vatikan, Minggu.

Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres juga mengutuk serangan itu dan mengungkapkan simpati terdalamnya kepada keluarga para korban dan kepada pemerintah serta rakyat Afghanistan.

Keluarga para korban menyalahkan pemerintah Afghanistan dan kekuatan Barat karena gagal mengakhiri kekerasan dan perang yang sedang berlangsung.

Keamanan diintensifkan di seluruh Kabul setelah serangan itu, tetapi pihak berwenang mengatakan mereka tidak akan dapat menjamin keamanan ke semua sekolah, masjid, dan tempat umum lainnya.

Konflik masih berkecamuk di Afghanistan, dengan pasukan keamanan terlibat dalam pertempuran setiap hari dengan Taliban yang telah mengobarkan perang untuk menggulingkan pemerintah yang didukung asing sejak mereka digulingkan dari kekuasaan di Kabul pada 2001.

Meskipun Amerika Serikat tidak memenuhi batas waktu penarikan 1 Mei yang disepakati dalam pembicaraan dengan Taliban tahun lalu, proses penarikan pasukan telah dimulai, dengan Presiden Joe Biden mengumumkan semua pasukan akan keluar dari Afghanistan pada 11 September mendatang.

Tetapi penarikan pasukan asing telah menyebabkan gelombang pertempuran antara pasukan keamanan Afghanistan dan gerilyawan Taliban, saat kedua belah pihak berusaha untuk mempertahankan kendali atas pusat-pusat strategis.

Para pengkritik keputusan tersebut mengatakan bahwa militan Islamis akan mencoba merebut kekuasaan dan warga sipil yang ketakutan sekali lagi berada di bawah pemerintahan Taliban yang brutal dan menindas.

Baca juga: Serangan bom mobil di pertandingan gulat tewaskan 10 orang di Afghanistan
Baca juga: 27 orang tewas dalam pemboman bunuh diri di masjid di Afghanistan
Baca juga: Staf PBB, IMF jadi korban serangan di Kabul


Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2021