Jakarta (ANTARA) - Koordinator Nasional Himpunan Aktivis Milenial Indonesia Asip Irama menilai Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai proses alih status kepegawaian menjadi aparatur sipil negara (ASN) tak perlu menjadi polemik kontraproduktif.

"Bila dicermati, TWK memang menjadi mekanisme lazim yang harus dilalui oleh pegawai pada instansi pemerintah," kata Asip, dalam pernyataan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat (28/5) malam.

Menurut dia, pelaksanaan TWK KPK tentu saja sangat normal karena ada ribuan karyawan yang berhasil lolos dan hanya sebagian kecil yang tak memenuhi syarat.

Baca juga: Yudi Latif: TWK semangatnya membina, bukan menghukum

Ia menilai klaim bahwa 75 pegawai tak lolos tes adalah paling integritas dan kritis, juga tak masuk akal.

Akhirnya, kata dia, TWK KPK menjadi polemik yang terus meruncing dan sengkarut soal TWK ini terus menjadi senjata untuk menyudutkan kebijakan pemecatan kepada 51 pegawai yang tidak lulus tes TWK.

Padahal, kata Asip, TWK memang menjadi prosedur konstitusional lembaga sebagaimana telah diatur UU No 19 Tahun 2019 tentang KPK, UU No 5 Tahun 2014 tentang ASN, dan PP Nomor 41 tahun 2020 tentang Pengalihan Pegawai KPK menjadi ASN.

Asip berpendapat bahwa keputusan pemerintah melalui rapat koordinasi Pimpinan KPK, Menpan RB, Menkumham, BKN, LAN, dan KASN, yakni memberhentikan 51 pegawai, sementara 24 lainnya mendapat pendidikan wawasan kebangsaan memang sudah tepat.

Sebanyak 51 pegawai mendapatkan nilai buruk dari tiga aspek asesmen TWK: aspek pribadi, pengaruh, dan PUNP (Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Pemerintah yang sah).

"Tentu saja, aspek terakhir TWK memiliki peran fundamental yang tak bisa ditawar, dan masalahnya, 51 pegawai dari 75 yang tak lolos TWK, buruk di aspek PUNP," ujarnya.

Lagipula, Asip menilai pemberhentian 51 pegawai dan pembinaan pada 24 lainnya sudah sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo dan amanat Mahkamah Konstitusi (MK) untuk tidak merugikan pegawai KPK dalam alih status menjadi ASN.

Frasa "tidak merugikan", lanjut dia, bukan berarti bahwa semua harus dialih statuskan jadi ASN.

Asip mengatakan sebanyak 51 pegawai tersebut masih bisa tetap bekerja hingga 1 November 2021, termasuk hak-hak kepegawaian mereka tidak pernah dirampas.

"Apalagi, proses alih status kepegawaian menjadi ASN sudah sesuai dengan amanat konstitusi dan perundangan yang berlaku," pungkasnya.

Baca juga: Pengamat minta polemik TWK KPK dihentikan
Baca juga: Hamdi Muluk: Tes wawasan kebangsaan KPK bisa dibuktikan secara ilmiah

Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2021