vaksinasi tetap membutuhkan protokol kesehatan
Jakarta (ANTARA) - Pakar Biologi Molekuler dan Vaksin, Ines Atmosukarto, mengemukakan penetapan prioritas kelompok sasaran vaksinasi COVID-19 di Indonesia terlalu banyak.

Situasi itu dikhawatirkan memicu kebingungan masyarakat serta mendorong terjadinya perebutan vaksin antarkelompok prioritas di tengah keterbatasan vaksin di Tanah Air.

"Terlalu banyak prioritas di Indonesia, jadi siapa prioritasnya?. Masyarakat jadi merasa semuanya sebagai prioritas," katanya dalam diskusi "Umpan Balik Warga Terkait Pelaksanaan Vaksinasi COVID-19" yang digelar secara virtual, Jumat siang.

Seperti diketahui, pemerintah saat ini telah membagi tahapan vaksinasi COVID-19 berdasarkan tiga kelompok sasaran yang diklasifikasikan dalam kategori usia dan profesi.

Pada gelombang pertama vaksinasi Januari hingga Juni 2021 menyasar profesi tenaga kesehatan di 34 provinsi sebanyak 1,3 juta jiwa yang dirangkai bersamaan dengan 21,5 juta jiwa kelompok lanjut usia serta 17,4 juta jiwa kelompok petugas layanan publik.

Pada periode vaksinasi gelombang kedua Juli hingga Desember 2021, menyasar kelompok masyarakat rentan pada daerah dengan risiko penularan tinggi serta masyarakat lainnya dengan pendekatan klaster mencapai total 141,2 juta jiwa.

Baca juga: 10,98 juta warga Indonesia dapatkan vaksin COVID-19 dosis lengkap
Baca juga: Bandarlampung vaksinasi pengemudi ojek dan karyawan mal


Peneliti ilmiah pada bagian Bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) itu mengatakan dalam kegiatan yang kompleks tersebut, pemerintahan diberi masukan agar mempermudah pelaksanaan kegiatan, salah satunya dengan menspesifikasikan skala prioritas.

"Salah satu cara mempermudah vaksinasi adalah penentuan skala prioritas," ujarnya.

Salah satu caranya agar memudahkan masyarakat adalah dengan menetapkan skala prioritas berdasarkan usia dengan interval penurunan tingkatan per sepuluh tahun dari kriteria kelompok lansia.

"Kita gunakan umur saja. Tinggal turun ke tingkatan umur. Misalnya, dengan (interval) sepuluh tahun setelah lansia, begitu seterusnya. Karena umur tidak bisa dibohongi, sudah jelas di Kartu Tanda Penduduk (KTP) itu mudah untuk proses vaksinasi," katanya.

Ines menambahkan sasaran vaksinasi lansia di Indonesia masih jauh dari yang diharapkan. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan pada awal Juni 2021, kurang dari 16 persen lansia yang mendapatkan dosis vaksin pertama.

Sedangkan dari kelompok sasaran layanan publik sudah lebih dari 70 persen yang mendapatkan penyuntikan dosis pertama. "Walaupun kelompok lansia menjadi sasaran kedua setelah kelompok tenaga kesehatan, tetap saja capaiannya kurang dari 16 persen. Artinya ada persoalan mendasar yang perlu disikapi," katanya.

Baca juga: Wamenkes: Kasus COVID-19 kelompok Lansia cenderung naik usai Lebaran
Baca juga: Pemerhati imunisasi ajak edukasi vaksinasi COVID-19 bagi lansia


Menjawab pernyataan itu, Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengatakan penetapan skala prioritas telah dipertimbangkan secara mendalam dari berbagai aspek oleh pemerintah.

"Mengapa pedagang pasar kita utamakan?, karena pasti ada masyarakat yang berbelanja. Kalau tidak kita lindungi dulu, bisa menjadi sumber penularan," katanya.

Perempuan yang juga menjabat sebagai Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Ditjen P2P Kemenkes itu menyadari bahwa saat ini seluruh masyarakat merasa sebagai prioritas dalam program vaksinasi.

Siti Nadia menambahkan vaksinasi bukan sayu-satunya jalan keluar mengatasi pandemi COVID-19, perlu diterapkan protokol kesehatan secara berkesinambungan oleh masyarakat.

"Masyarakat tidak perlu berebutan vaksin. Sebab setelah vaksinasi tetap membutuhkan protokol kesehatan," katanya.

Baca juga: Menkes usulkan sentra vaksinasi tersedia di mal
Baca juga: Pemerintah perluas sasaran vaksinasi hingga kelompok disabilitas

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2021