Solo (ANTARA) - Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI menyatakan reformasi tata kelola perpajakan harus mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Pada keterangan tertulisnya yang diterima oleh Antara di Solo, Rabu Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mengatakan Rancangan Undang-undang (RUU) terkait Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) itu sudah disampaikan ke DPR untuk dikaji.

"Kondisi ini merupakan momentum bagi para pemangku kepentingan untuk memberi pemahaman yang utuh terhadap RUU tersebut," katanya saat membuka diskusi daring bertema Reformasi Sistem Perpajakan yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu.

Ia mengatakan saat ini memang diperlukan pemahaman yang utuh dari masyarakat terkait upaya reformasi sistem perpajakan yang sedang diupayakan pemerintah untuk menopang proses pembangunan di tanah air.

Baca juga: Kemenkeu: Reformasi perpajakan pertimbangkan dampak ke perekonomian

Terkait hal ini, ia berharap agar para pemangku kepentingan membuka ruang diskusi yang memadai agar terbentuk pemahaman yang cukup bagi masyarakat terkait kebijakan yang akan diterapkan.

"Bila kebijakan tersebut sudah dipahami dengan baik oleh masyarakat, diharapkan potensi gejolak di masyarakat yang tidak perlu bisa ditekan," kata anggota Majelis Tinggi Partai NasDem tersebut.

Narasumber lain, Pendiri dan Ekonom senior Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Hendri Saparini menilai jika ingin mereformasi sistem perpajakan nasional harus dilakukan secara menyeluruh.

Ia mengatakan upaya mereformasi sistem perpajakan sebenarnya sudah dilakukan sejak kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, namun upaya tersebut belum cukup memperbaiki struktur dan penerimaan pajak dalam negeri.

Baca juga: Wapres dorong ada reformasi perpajakan untuk lembaga keuangan syariah

"Apakah ada permasalahan pada pengumpulan pajak dan pemanfaatan pajak? Ini harus ada evaluasi dulu," katanya.

Sementara itu, Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan RI Suryo Utomo mengatakan upaya pemerintah untuk mereformasi sistem perpajakan dilatarbelakangi oleh sejumlah kondisi yang terjadi di tanah air. Menurut dia, pandemi COVID-19 yang hingga saat ini belum terkendali sangat mempengaruhi sektor ekonomi hingga menciptakan gap yang cukup lebar antara penerimaan dan belanja negara.

"Sehingga dengan berbagai upaya, pemerintah berusaha agar Negara mampu menahan ekonomi nasional tidak jatuh terlalu dalam, minimal bisa tetap 'survive' (bertahan), karena jika ekonomi tidak berjalan dengan baik akan berdampak luas pada kehidupan masyarakat," katanya.

Selanjutnya, peneliti dari The Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan untuk melakukan reformasi sistem perpajakan pemerintah harus menjabarkan dulu arah dan kerangka kerja perpajakan ke depan agar jelas langkah yang harus dilakukan.

"Langkah reformasi sistem perpajakan harus dilakukan atas dasar keadilan sosial dan penyederhanaan sistem perpajakan. Yang terpenting dalam upaya reformasi sistem perpajakan adalah kepercayaan masyarakat terhadap kebijakan perpajakan yang akan diterapkan. Tanpa kepercayaan masyarakat, kebijakan tersebut akan sulit memenuhi target yang ditetapkan," katanya.

Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi NasDem Fauzi Amro mengatakan saat ini RUU KUP belum secara resmi dibahas oleh pihak legislatif.

"Pembahasan kebijakan pengenaan pajak pertambahan nilai terhadap komoditas sembako dan pendidikan tidak tepat waktu," katanya.

Bahkan ia memastikan akan melakukan penolakan jika benar kebijakan tersebut diberlakukan. Ia menilai daripada mengeluarkan kebijakan terkait pengenaan pajak terhadap sembako dan pendidikan, lebih baik pemerintah memperluas ruang pemungutan pajak di sektor digital untuk mendorong sektor pendapatan Negara.
 

Pewarta: Aris Wasita
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2021