Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) membentuk tim yang akan menilai atau mengevaluasi efektivitas pengelolaan kawasan konservasi (Evika), melalui Surat Keputusan Dirjen Pengelolaan Ruang Laut (PRL) No. 36/KEP-DJPRL/2021.

"Timnya beranggotakan 14 orang, terdiri dari Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut (KKHL), Pengelola Ekosistem Laut dan Pesisir Ahli Utama dan 11 anggota lainnya selain KKP, antara lain Bappenas, Kemenkeu, Kemendagri, Perguruan Tinggi, Pakar Konservasi dan LSM," ujar Dirjen PRL KKP Tb. Haeru Rahayu, dalam siaran pers di Jakarta, Minggu.

Sebagai target untuk periode tahun 2021, Tb Haeru Rahayu yang akrab disapa Tebe, berharap tim Penilai dapat melakukan penilaian terhadap sejumlah 61 kawasan konservasi yang terdiri dari sebanyak 51 kawasan konservasi daerah dan 10 kawasan konservasi nasional.

Baca juga: IPB dan BKIPM KKP tebar benih ikan untuk Bulan Mutu dan Karantina Ikan

“Hasil penilaian EVIKA akan menjadi dasar kebijakan dan program percepatan efektivitas pengelolaan kawasan konservasi. Dengan demikian, kehadiran kawasan konservasi dapat memberi manfaat dan mampu menjawab peran kawasan sebagai sumber ketahanan pangan,” ujarnya.

Tebe mengemukakan, pihaknya akan melakukan penilaian efektivitas pengelolaan di 61 kawasan konservasi pada tahun 2021.

Hal itu, ujar dia, karena percepatan luasan kawasan konservasi untuk mencapai 32,5 juta hektar pada tahun 2030 akan dibarengi dengan percepatan efektivitas pengelolaan kawasan konservasi khususnya yang telah ditetapkan.

Sementara itu, Direktur KKHL, Andi Rusandi menjelaskan Tim Evika akan menilai pada beberapa aspek, yaitu aspek tata kelola, sumber daya kawasan, target konservasi, sosial, ekonomi, dan budaya. Keseluruhan aspek tersebut diturunkan ke dalam indikator-indikator untuk mengukur efektivitas pengelolaan pada kriteria input, proses, dan hasil.

"Penilaian dilakukan dengan cara mengisi 42 pertanyaan dari 24 indikator pada lembar penilaian. Nilai akhir evaluasi kemudian diklasifikasikan ke dalam tiga level, yaitu dikelola minimum (kurang dari 50 persen), dikelola optimum (50-85 persen), dan dikelola berkelanjutan (lebih dari 85 persen)," jelas Andi.

Andi mengungkapkan, modul dan materi telah disusun bersama Direktorat KKHL dan Pusat Pelatihan dan Penyuluhan KKP serta Coral Triangle Center sebagai mitra KKP.

Baca juga: KKP: Benih bening lobster hanya untuk pembudidayaan dalam negeri
Baca juga: KKP dorong Parigi Moutong kembangkan sentra perikanan baru
Baca juga: Menteri KKP ingin ada standardisasi pengelolaan tambak superintensif

 

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2021