Jakarta (ANTARA) - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya melakukan pertemuan virtual dengan perwakilan Bank Dunia Asia Timur dan Pasifik membahas carbon pricing hingga implementasi Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK) di bidang lingkungan hidup dan kehutanan.

Dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu, Siti mengatakan pertemuan yang dilakukan pada Kamis (24/6) lalu tersebut membahas tiga agenda pokok yang berkaitan dengan karbon, program mangrove, serta soal dukungan untuk implementasi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Cipta Kerja, khususnya bidang lingkungan hidup dan kehutanan untuk kelengkapan operasional, supervisi standar lingkungan, pengawasan dan law enforcement.

Isu-isu tersebut, menurut Siti, merupakan isu yang sangat relevan sebagai bagian dari langkah korektif yang terus berlangsung selama kepemimpinannya.

Dalam pertemuan itu ia menjelaskan perihal UUCK yang merupakan omnibus law yang menyelaraskan banyak undang-undang menjadi satu. Kerangka peraturan tentang lingkungan sekarang menjadi lebih komprehensif, solid dan ramah investasi tanpa menghilangkan perlindungan dan keberlanjutan lingkungan.

Saat ini, ia juga mengatakan peraturan turunan bidang lingkungan hidup dan kehutanan dari undang-undang tersebut juga telah selesai dibuat, yakni Peraturan Pemerintah terkait Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan juga tujuh Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) yang menggantikan 88 Peraturan Menteri Kehutanan (Permenhut), Peraturan Menteri Lingkungan Hidup (Permen LH), dan Permen LHK.

Semua itu, menurut dia, untuk membentuk tata cara kerja baru yang lebih sederhana secara prosedur dan sedapat mungkin menghilangkan hambatan kerja birokrasi. Sekaligus sebagai upaya mengatasi berbagai kebuntuan dalam penyelesaian masalah-masalah terkait hutan yang sudah sangat lama, belasan hingga puluhan tahun.

Ia mengatakan menyambut kemungkinan dukungan Bank Dunia pada pekerjaan-pekerjaan yang sangat penting dan pekerjaan besar yang berkaitan dengan tiga agenda tersebut.

Baca juga: Presiden Jokowi ingatkan target penurunan Gas Rumah Kaca Indonesia
Baca juga: IESR: Indonesia perlu terapkan pajak karbon demi Paris Agreement


Sementara itu, Wakil Presiden Bank Dunia untuk Asia Timur dan Pasifik Victoria Kwakwa mengatakan isu-isu yang Menteri LHK  sampaikan sebelumnya merupakan hal penting yang menjadi perhatian Bank Dunia seperti ekonomi karbon yang sangat membantu upaya Indonesia dalam mencapai target penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) melalui salah satunya berupa perdagangan karbon.

Bank Dunia, menurut dia, sangat mendukung negara-negara yang punya ambisi tinggi dalam mengendalikan perubahan iklim dan pembangunan yang berkelanjutan.

Ia mengaku merasa senang dan mendukung penuh dengan hasil diskusi dalam pertemuan tersebut terkait carbon pricing dalam kaitan dengan membentuk pasar karbon. Dirinya mengatakan memiliki pengalaman dalam mendukung China dalam isu perdagangan karbon.

Menurut dia, Indonesia merupakan negara penting dan salah satu kekuatan ekonomi dunia, sehingga jika mengalami progres baik atas isu pengendalian perubahan iklim maka akan berpengaruh besar untuk negara sekitarnya di Asia, bahkan secara global. Perdagangan karbon diupayakan untuk memenuhi komitmen Indonesia kepada masyarakat internasional sesuai dengan target Nationally Determined Contribution (NDC).

Baca juga: Peneliti: Perdagangan karbon dapat bersinergi dengan pemanfaatan hutan
Baca juga: Pemerintah buka skema perdagangan emisi karbon PLTU batu bara
Baca juga: Potensi 'carbon credit' dapat tingkatkan nilai tawar Indonesia


Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2021