anak adalah penentu masa depan bangsa
Jakarta (ANTARA) - Angka anak-anak Indonesia yang terperangkap dalam siklus pekerjaan terburuk ternyata cukup mencengangkan. Ketika BPS pada 2019 merilis ada sekitar 1,5 juta pekerja anak berusia 10-17 tahun di tanah air.

Bahkan berdasarkan data Sakernas, persentase pekerja anak di Indonesia meningkat dalam kurun waktu dua tahun terakhir.

Padahal semua sepakat bahwa anak adalah pemegang masa depan, calon pemimpin, dan penerus cita-cita mulia bangsa Indonesia. Untuk itulah kerja sama berbagai pihak diperlukan untuk menjaga hak-hak anak, termasuk melindungi anak dari paksaan menjadi tenaga kerja dalam usia belia.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bintang Puspayoga menerapkan sejumlah strategi untuk menghapuskan pekerja anak di Indonesia sebagai bentuk perlindungan terhadap hak anak di Indonesia.

Ia menekankan bahwa penghapusan pekerja anak di Indonesia merupakan salah satu dari lima arahan prioritas Presiden Joko Widodo kepada KemenPPPA. Untuk itu kementeriannya menargetkan jumlah pekerja anak usia 10-17 tahun yang bekerja bisa terus diturunkan angkanya sampai serendah-rendahnya.

Sejumlah strategi diterapkan antara lain dengan mengembangkan basis data pekerja anak, memperkuat koordinasi dan kolaborasi antara pemangku kepentingan terkait pekerja anak, dan mainstreaming isu pekerja anak dalam kebijakan dan program perlindungan khusus anak di kabupaten/kota.

Selanjutnya mengembangkan model desa ramah perempuan dan peduli anak sebagai pendekatan untuk pencegahan pekerja anak, mengembangkan pemantauan dan remidiasi pekerja anak, serta mengoordinasikan untuk penanggulangan pekerja anak pada 4 sektor prioritas yakni pertanian, perikanan, jasa, dan pariwisata.

Ia menekankan pentingnya untuk segera menghentikan praktik pekerja anak karena mendatangkan dampak yang luas meliputi dampak sosial, fisik, dan emosi pada anak.

Sebab dampak sosialnya luas dari mulai tidak berkesempatan untuk sekolah, atau bermain dengan teman sebaya hingga sebagai pekerja anak dapat menyebabkan kecelakaan atau penyakit. Secara emosi pun dapat menyebabkan terjadinya eksploitasi, kasar, merusak mental anak yang berpotensi menjadi pendendam dan rendah empati.

Oleh karena itu, sejumlah faktor pendorong keberadaan pekerja anak di Indonesia harus menjadi perhatian agar tidak semakin memicu jumlah pekerja anak di tanah air.

Pekerja anak kemudian diketahui lebih banyak dipicu beberapa faktor pendorong di antaranya kemiskinan, tingkat pendidikan yang rendah, serta terbatasnya pemantauan dan pengawasan terhadap pekerja anak. Selain itu faktor tradisi, kurangnya fasilitas untuk anak-anak, dan anak putus sekolah.

Baca juga: Menaker: Penanganan masalah pekerja anak butuh sinergi pentaheliks
Baca juga: Menteri PPPA: Pandemi tingkatkan risiko bertambahnya pekerja anak


Penghargaan Khusus
Kementerian PPPA berupaya melibatkan seluruh elemen masyarakat untuk turut serta menurunkan pekerja anak di tanah air. Bahkan Menteri Bintang memberikan penghargaan khusus kepada pihak-pihak yang telah membantu serta terlibat aktif dalam program penurunan angka pekerja anak.

Salah satunya diberikan kepada Danone Indonesia yang diwakili oleh VP General Secretary Danone Indonesia, Vera Galuh Sugijanto, yang telah dianggap sebagai salah satu perusahaan dan organisasi yang turut berkomitmen dan melakukan berbagai inisiatif dalam menanggulangi isu pekerja anak.

Menteri Bintang menyatakan pemenuhan hak dan perlindungan khusus untuk seluruh anak merupakan hal esensial untuk terwujudnya visi Indonesia Maju.

Meskipun berbagai upaya pemerintah telah membawa sejumlah kemajuan namun, angka pekerja anak di Indonesia masih memprihatinkan, terutama setelah ada pandemi. Maka dari itu, Pemerintah ingin mengapresiasi para pihak yang telah menunjukkan kontribusi dan integritasnya dalam upaya penanggulangan pekerja anak. Menteri Bintang sekaligus berharap seluruh pihak dapat memberikan peran terbaiknya untuk Indonesia bebas pekerja anak 2022.

Menteri Ketenagakerjaan Dr. Hj. Ida Fauziyah, M.Si. sepakat bahwa keberadaan anak di dunia kerja tidak bisa dibiarkan karena juga berpengaruh pada kualitas sumber daya manusia.

Ia menilai keberadaan pekerja anak bisa didorong oleh situasi keluarga, latar belakang ekonomi, pendidikan, sosial budaya, dan lainnya. Sehingga, mengatasi persoalan pekerja anak harus dilakukan secara serius, terencana, dan berkelanjutan, serta dilaksanakan secara terpadu dan terintegrasi.

Maka dari itu, upaya penghapusan pekerja anak perlu melibatkan berbagai pihak dengan semua tingkatan, seperti sinergi pentahelix dari pemerintah, pelaku usaha, akademisi, media, juga organisasi masyarakat.

Baca juga: Menaker Ida: Pemerintah berkomitmen kurangi pekerja anak
Baca juga: ILO gelar lomba lari virtual gaungkan gerakan hapus pekerja anak


Menentang Pekerja Anak
Dalam rangka Hari Dunia Menentang Pekerja Anak, KemenPPPA bekerja sama dengan Bappenas, Kementerian Ketenagakerjaan, YSTC Indonesia, dan PAACLA melakukan penilaian dan memberikan penghargaan kepada 17 pemerintah daerah dan lembaga yang menunjukkan komitmen dalam upaya penurunan pekerja anak.

Salah satu yang mendapatkan penghargaan yakni Danone Indonesia yang merupakan perwakilan dunia usaha, selain itu ada pula perwakilan lembaga masyarakat, desa inovatif, dan pemerintah daerah.

Vera Galuh Sugijanto, Vice President General Secretary Danone Indonesia, menyatakan terima kasih terhadap penghargaan yang diberikan. Perusahaan ini mengembangkan visi One Planet One Health dan berkomitmen terhadap kesehatan anak, termasuk perlindungan hak anak.

Dalam praktik bisnis, mereka mewujudkan komitmen tersebut melalui peraturan perusahaan yang melarang mempekerjakan pekerja di bawah 18 tahun. Saat ini perusahaan juga aktif dan menjadi anggota dari Asosiasi Pengusaha Sahabat Anak Indonesia/APSAI.

Terkait komitmen pencegahan pekerja anak, mereka tidak memperbolehkan adanya pekerja anak di sepanjang rantai pasok pengumpulan botol bekas dalam program daur ulang yang mereka inisiasi.

Selain perusahaan itu, ada 5 perwakilan dunia usaha, 6 lembaga masyarakat, 2 desa inovatif, dan 2 pemerintah daerah yang menerima penghargaan yang sama.

Ke depan kemudian diharapkan, berbagai upaya ini mampu memotivasi lebih banyak pihak untuk menciptakan sinergi dalam upaya memberantas pekerja anak di Indonesia.

Anak adalah penentu masa depan bangsa, ketika investasi yang ditanamkan kepada mereka tak berkualitas maka bangsa ini akan menuai suramnya nasib bangsa di era mendatang.

Baca juga: Butuh regulasi pencegahan pekerja anak tingkat daerah, kata KPAI
Baca juga: KPAI: Pandemi COVID-19 tingkatkan praktik pekerja anak

Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2021