Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 19 Tahun 2021 tanggal 23 Juli 2021 tentang Pengendalian Gratifikasi Terkait Industri Jasa Keuangan.

"KPK menegaskan pentingnya pencegahan korupsi khususnya melalui pengendalian gratifikasi pada industri jasa keuangan. Hal ini dituangkan dalam SE KPK Nomor 19 Tahun 2021 tanggal 23 Juli 2021 tentang Pengendalian Gratifikasi Terkait Industri Jasa Keuangan," kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Pencegahan Ipi Maryati Kuding dalam keterangannya di Jakarta, Senin.

Dalam SE tersebut, KPK mengingatkan lembaga jasa keuangan dilarang memberikan gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan tugas atau kewajibannya baik secara langsung atau disamarkan dalam bentuk "fee marketing", "collection fee", "refund" atau penamaan lainnya.

Ipi mengatakan lembaga jasa keuangan sebagai entitas korporasi wajib melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk melakukan pencegahan, mencegah dampak yang lebih besar, dan memastikan kepatuhan terhadap ketentuan hukum yang berlaku guna menghindari terjadinya tindak pidana korupsi.

"Tidak dilakukannya hal tersebut menjadi penilaian kesalahan korporasi yang dapat berimplikasi pertanggungjawaban pidana korporasi sebagaimana diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Perkara Tindak Pidana oleh Korporasi," kata dia.

Baca juga: Firli pastikan KPK tak pandang bulu usut kasus korupsi tanah di Munjul
Baca juga: Menumbuhkan nilai-nilai antikorupsi sejak usia dini
Baca juga: KPK panggil mantan Plt Dirut Sarana Jaya terkait kasus tanah di Munjul


Sebelumnya, pimpinan kementerian/lembaga/pemerintah daerah dan BUMN/BUMD yang diwakilkan oleh Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG) telah bersama-sama berkomitmen untuk menciptakan budaya antigratifikasi, di antaranya larangan bagi bendahara instansi pemerintah menerima "collection fee" dari Lembaga Jasa Keuangan.

"Kesepakatan dilakukan pada rapat koordinasi nasional tahun 2018 dan ditindaklanjuti pada rapat koordinasi pada Oktober 2020," ucap Ipi.

KPK, lanjut Ipi, juga mengimbau bahwa pemberian berupa insentif untuk mendukung upaya promosi, pengembangan pasar, dan kegiatan operasional jasa keuangan lainnya yang berkaitan dengan instansi pemerintahan/BUMN/BUMD hanya dapat diberikan kepada instansi, yakni melalui mekanisme yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan tidak diberikan secara langsung kepada individu pegawai negeri/penyelenggara negara.

Selain itu, ia mengatakan KPK dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui Nota Kesepahaman Nomor 48 Tahun 2021 telah melakukan kerja sama dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi di sektor jasa keuangan.

Salah satu kegiatannya adalah penerapan program pengendalian gratifikasi dengan mendiseminasikan pencegahan korupsi kepada lembaga jasa keuangan yang berada di bawah pengawasannya.

"Jika karena kondisi tertentu, pegawai negeri/penyelenggara negara tidak dapat menolak gratifikas maka wajib melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada KPK paling lambat 30 hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi tersebut diterima," kata Ipi.

KPK mengharapkan pegawai negeri/penyelenggara negara dapat menjadi panutan bagi masyarakat dengan tidak melakukan permintaan, pemberian, dan penerimaan gratifikasi sehingga dapat menimbulkan konflik kepentingan, bertentangan dengan peraturan, kode etik, dan memiliki risiko sanksi pidana.

"Untuk informasi lebih lanjut terkait mekanisme dan formulir pelaporan atas penerimaan gratifikasi dapat diakses pada tautan https://gratifikasi.kpk.go.id. Pelaporan gratifikasi dapat disampaikan kepada KPK melalui aplikasi pelaporan gratifikasi online (GOL) pada tautan https://gol.kpk.go.id atau surat elektronik di alamat pelaporan.gratifikasi@kpk.go.id," ujar Ipi.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2021