Jakarta (ANTARA) - Pengamat kelautan dan Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim menyatakan sepakat bola teknologi pendeteksi IUU Fishing atau aktivitas pencurian ikan, menjadi salah satu prioritas penganggaran di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

"Kalau sudah merasa punya kekuatan (teknologi pendeteksi IUU Fishing), seyogianya dimaksimalkan untuk memperkuat posisi nasional di laut," kata Abdul Halim di Jakarta, Sabtu.

Seperti diketahui, KKP punya Barata atau Bali Radar Ground Receiving Station, yang merupakan radar canggih yang dioperasikan oleh Balai Riset dan Observasi Laut (BROL), Jembrana.

Baca juga: KKP tingkatkan kapasitas pengawas deteksi hasil pencurian ikan

Dengan teknologi ini, KKP mengklaim mampu mendeteksi praktik Illegal, Unreported, Unregulated (IUU) Fishing dan tumpahan minyak di wilayah perairan Indonesia, termasuk Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE).

Ia juga menyatakan, KKP juga harus melihat bahwa IUU Fishing atau pencurian ikan adalah persoalan yang multidimensi sehingga diperlukan ikhtiar atau upaya ekstra yang sifatnya lintas kementerian/lembaga.

"IUUF terkait dengan problem di sektor kemaritiman dan perdagangan, ketenagakerjaan, dan lain-lain," katanya.

Baca juga: Menteri Trenggono ajak negara regional berantas pencurian ikan

Dengan demikian, lanjut Abdul Halim, maka sejumlah instansi lain yang juga perlu fokus dalam menanganinya antara lain Kemenaker, Kemenhub, dan Kementerian Luar Negeri.

Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengajak negara-negara anggota Regional Plan of Action to Combat Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing (RPOA-IUU) meningkatkan kerja sama pemberantasan pencurian ikan.

"Perlu kita pertegas bersama bahwa memerangi IUU Fishing (pencurian ikan) dalam berbagai keadaan bukan hanya menjadi tanggung jawab satu negara," kata Trenggono.

KKP yang telah lama aktif memberantas tindak pidana pencurian ikan di kawasan perairan Nusantara, mendapat dukungan sejumlah mitra regional dalam RPOA-IUU.

"RPOA-IUU yang telah berdiri sejak tahun 2007 dan memiliki 11 negara anggota ini, memiliki peran yang strategis," kata Plt Dirjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP Antam Novambar.

RPOA-IUU merupakan sebuah inisiatif regional yang disepakati pada tahun 2007 di Bali, oleh 11 negara meliputi Australia, Brunei Darussalam, Filipina, Indonesia, Kamboja, Malaysia, Papua Nugini, Singapura, Thailand, Timor-Leste, dan Vietnam.

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2021