Jakarta (ANTARA) - Pakar mitigasi bencana dari Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Yogyakarta Eko Teguh Paripurno mengatakan keterlibatan komunitas melalui berbagai kegiatannya penting untuk pengurangan risiko bencana.

"Gerakan komunitas ini telah mengisi dinamika pengurangan risiko bencana dalam Hyogo Framework of Action (HFA) yang boleh jadi sulit digerakkan secara pribadi," kata Eko yang juga Ketua Pusat Studi Manajemen Bencana UPNVJ dalam webinar yang dipantau secara daring di Jakarta, Rabu.

Baca juga: BNPB: Perlu peta risiko bencana pantai dan laut sebagai mitigasi

Dia mencontohkan Komunitas Gunung. Di sekitar Gunung Merapi misalnya, komunitas warga di empat wilayah sekitar Merapi, yaitu Magelang, Sleman, Boyolali dan Klaten, merupakan salah satu organisasi pengurangan risiko bencana (PRB) berbasis komunitas pertama di Indonesia pascaerupsi Merapi pada 22 November 1994.

Dia mengatakan Komunitas Jalin Merapi melihat gunung api tersebut bukan dari faktor bahayanya, tapi pengelolaannya. Ketika Gunung Merapi aktif dan erupsi, masyarakat sementara menyingkir ke tempat yang lebih aman.

"Gerakannya bukan hanya tentang kesiapsiagaan, tapi juga gerakan-gerakan lingkungan. Ada spirit yang dibangun, ini adalah strategi yang dibangun kawan-kawan di Merapi," katanya.

Komunitas Merapi juga menjadi sekolah bagi banyak orang untuk belajar tentang pengurangan risiko bencana.

Masih banyak Komunitas Gunung yang akhirnya bisa hidup berdampingan, bahkan menjadikan kawasan rawan bencana erupsi sebagai berkah.

Seperti Komunitas Gunung Kelud yang didirikan pada 2007, berkat peningkatan mitigasi dan pengetahuan masyarakat sekitar, mereka bisa mengungsi dengan baik pada saat gunung erupsi pada 2014 tanpa ada korban jiwa.

Baca juga: Peneliti: Swasta penting bantu mitigasi pembiayaan risiko bencana alam

Baca juga: BMKG harapkan daerah rawan bencana miliki jalur evakuasi


Begitu juga dengan komunitas Gunung Molo di NTT dan Gunung Kendeng yang melakukan gerakan melindungi lingkungan dari perusakan, karena dipercaya masalah lingkungan berada di hulu, sementara bencana di hilir.

"Mereka hidup dari pertanian, maka mengelola hulu menjadi penting bagi masyarakat, sehingga tidak terjadi bencana," ujar Eko.

Masyarakat punya peran penting dan jadi bagian dalam pengurangan risiko bencana. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) selalu menerapkan konsep pentahelix atau multipihak, dimana unsur pemerintah, akademisi, badan atau pelaku usaha, masyarakat atau komunitas, dan media bersatu padu dalam masalah bencana.

Pewarta: Desi Purnamawati
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2021