Jakarta (ANTARA) - Survei Research Institute of Socio-Economic Development (RISED) menyebutkan, waktu kerja yang fleksibel menjadi alasan utama seseorang memilih bergabung menjadi mitra transportasi daring (online) di kota-kota besar di Indonesia, termasuk Jakarta.

Ketua Tim Peneliti RISED dan Ekonom Universitas Airlangga, Rumayya Batubara dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Rabu, menjelaskan, hal itu adalah salah satu poin penting dalam survei terbaru berjudul "Kemitraan Transportasi Daring Selama Masa Pandemi COVID-19".

Survei tersebut dilakukan kepada 700 mitra pengemudi daring roda dua dan roda empat di sepuluh kota besar di Indonesia selama Juni 2021 dan melibatkan para mitra pengemudi dari Grab dan Gojek dengan metode "non probability sampling".

Rumayya menyebutkan, survei dilakukan karena isu kemitraan di ranah transportasi daring ini dalam beberapa bulan terakhir banyak menjadi perbincangan dan perdebatan.

"Sektor ekonomi digital yang identik dengan konsep berbagi ekonomi (sharing economy) sering dianggap sebagai sektor yang rentan bagi pekerja karena hubungan kerjanya merupakan relasi kemitraan," katanya.

Baca juga: Pengamat: Ojek daring mestinya terintegrasi dengan angkutan umum

Kemudian, temuan menariknya adalah ternyata mayoritas mitra menganggap hubungan kemitraan mereka dengan perusahaan aplikasi sudah berjalan baik dan unsur-unsur kemitraan seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) sudah terpenuhi.

Rumayya melanjutkan, alasan mayoritas mitra (75 persen) memilih fleksibilitas waktu kerja sebagai alasan bergabung mitra karena hampir semua (94 persen) menganggap fleksibilitas waktu kerja sebagai hal penting.

Artinya, mitra transportasi daring memiliki alasan khusus dalam memilih pekerjaannya dan mengindikasikan bahwa mereka juga sadar bahwa hubungan kerjanya dengan pemilik aplikasi berbeda dengan hubungan kerja pada sektor konvensional.

Karena itu, pengaturan kerja sama antara mitra dan perusahaan aplikasi lebih tepat diakomodasi sebagai kemitraan yang telah diatur di dalam Undang-Undang 20 Tahun 2008 tentang UMKM.

“Unsur fleksibilitas waktu ini akan hilang bila pengaturannya menjadi hubungan pekerja-pemberi kerja maka akan ada peraturan jam kerja yang mengikat dan tidak fleksibel, sedangkan dalam pola hubungan kemitraan mitra memiliki kebebasan untuk menentukan kapan mulai dan selesai beraktivitas” kata Rumayya.

Baca juga: 10 ribu ojek daring jadi pengawas protokol kesehatan di DKI Jakarta

Pekerjaan tetap
Poin yang juga menarik, menurut Rumayya, adalah faktor kedua terbesar mitra bergabung karena belum memiliki pekerjaan tetap.

Ini menunjukkan bahwa bergabung menjadi mitra transportasi daring juga dilihat sebagai alternatif sebelum beralih ke pekerjaan lain.

Survei juga menemukan bahwa mereka telah menerima berbagai bentuk bantuan dari perusahaan termasuk bantuan operasional dan pelatihan dan pengembangan.

"Mayoritas mitra (95 persen) menganggap bantuan-bantuan tersebut sangat bermanfaat," katanya.

Karena itu, dia mengusulkan, isu kemitraan ekonomi digital ini tetap perlu diawasi pemerintah agar kedua pihak sama-sama terlindungi dan terjadi hubungan yang saling menguntungkan dan kontribusi positif industri transportasi daring tetap bisa dirasakan oleh masyarakat.
Baca juga: Satpol PP Jakbar: Pengemudi ojek daring sering langgar prokes PSBB

Pewarta: Edy Sujatmiko
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2021