Jakarta (ANTARA News) - India saat ini belum memiliki kesepakatan mengenai pengalihan teknologi nuklir dengan Indonesia, kata Duta Besar India untuk Indonesia Biren Nanda di Jakarta, Selasa.

"Kerja sama energi kedua negara lebih banyak pada ekspor batu bara ke India, meski tidak menutup pada minyak fosil dan minyak kelapa sawit," kata Biren dalam wawancara dengan ANTARA mengenai hubungan bilateral India-Indonesia dan kunjungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke India pada 24-26 Januari nanti.

Bahkan, jelas Biren, ada beberapa perusahaan swasta India yang melakukan pengembangan pembangkit listrik tenaga panas bumi di Indonesia.

India sedang mengembangkan energi bersih dan menargetkan produksi pembangkit energi nuklir sebesar 16.000 megawat pada 2015.

"Sekarang kami hanya bisa menciptakan 4.000 megawatt energi nuklir, diharapkan pada 2015 kami bisa mencapai 16.000 megawatt," kata Dubes Biren.

Ia menjelaskan India masih terbatas dalam pembangunan instalasi pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) secara mandiri.

Menurut dia, India masih bergantung dengan energi batu bara, dan terfokus dengan energi bersih yang tidak mengontribusikan pemanasan global, seperti energi matahari, angin, nuklir dan air.

India baru memiliki lebih 20 pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) yang dibangun sendiri.

Dalam hal pembangkit listrik tenaga angin, katanya, India menghasilkan 12.000 megawatt listrik, yang merupakan penghasil terbesar ketiga dunia.

Pada bagian lain Biren menyinggung perdagangan kedua negara yang terus meningkat.

"Terjadi peningkatan 10-20 persen pertumbuhan perdagangan keduanya," tambahnya.

Data-data yang ada pada ANTARA, nilai total perdagangan Indonesia dengan India diperkirakan mencapai 12 miliar dolar AS selama 2010, lebih besar dari 2009 maupun 2008 sebelum terjadi krisis global.

Perkiraan itu dinilai realistis mengingat nilai total perdagangan antara kedua negara sempat menurun sedikit menjadi 9,6 miliar dolar AS pada 2009 akibat krisis global, dan menunjukkan peningkatan bermakna selama 2010.

Menurut data Kementerian Perdagangan, nilai total perdagangan antara Indonesia dan India sepanjang Januari-September 2010 sudah mencapai 9,3 miliar dolar AS.

Selain itu, pelaksanaan perjanjian perdagangan bebas antara ASEAN dan India (ASEAN India Free Trade Agreement/AIFTA) juga sedikit banyak ikut mendorong peningkatan perdagangan antara kedua negara.

Indonesia mulai memberlakukan AIFTA pada 1 Oktober, tapi penggunaan fasilitas preferensi AIFTA sudah cukup banyak.

Menurut data Kementerian Perdagangan nilai Surat Keterangan Asal (SKA) preferensi AIFTA sudah mencapai 120 juta dolar AS.

Ekspor Indonesia ke India, yang jumlah penduduknya mencapai 1,17 miliar dan ekonominya pada 2010 tumbuh 8 persen, cenderung meningkat dari tahun ke tahun.

"Indonesia mengalami surplus dalam perdagangan dengan India," kata Dubes Biren.

Nilai ekspor Indonesia ke India yang pada 2005 mencapai 2,9 miliar dolar AS naik menjadi 3,4 miliar dolar AS pada 2006, dan bertambah menjadi 4,9 miliar dolar AS pada 2007. Tahun 2008, nilai ekspor Indonesia kembali naik menjadi 7,1 miliar dolar AS dan naik lagi menjadi 7,4 miliar dolar AS pada 2009.

Selama Januari-Agustus 2010, ekspor Indonesia ke India mencapai enam miliar dolar AS atau meningkat 34,7 persen jika dibandingkan periode yang sama 2009.

Surplus perdagangan Indonesia ke India selama kurun waktu itu mencapai 4,6 miliar dolar AS.

Dalam hal ini komoditas ekspor terbesar Indonesia ke India antara lain minyak sayur, minyak sawit mentah, batu bara, biji tembaga, kacang mete, kertas koran, mesin dan elektronik, produk kimia, karet alam, balata, barang dari kaca dan bubur kertas.

Sementara komoditas ekspor terbesar India ke Indonesia antara lain benang nilon, bahan kimia organik, produk besi dan baja, tembaga dimurnikan, serat sintetis, kapas.(*)
(T.KR-IFB/R009)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011