Jakarta (ANTARA) - Pandemi COVID-19 telah meluluhkan sendi-sendi ekonomi dan tak terbilang banyaknya sektor usaha yang terpaksa tutup karena kehilangan pembeli.

Badan Pusat Statistik (BPS) DKI mencatat jumlah penduduk miskin kian bertambah sebagai akibat tingkat pengangguran di Ibu Kota yang meningkat dampak dari pandemi COVID-19. Bahkan angkanya mencapai 261.500 orang per Februari 2021.

Harus diakui sejak awal 2020, krisis kesehatan dan perlambatan ekonomi akibat pandemi COVID-19 telah membuat beberapa sektor usaha terpuruk.

Namun fakta di lapangan tak semua sektor mengalami keterpurukan akibat pandemi. Bahkan sektor ini menjadi penyelamat bagi masyarakat yang terpaksa kehilangan penghasilan akibat perusahaannya harus tutup.

Sektor itu adalah industri makanan dan minuman yang memang masih menjadi pilihan masyarakat di tengah kondisi sulit. Ketersediaan bahan baku, ragam kemasan, kemudahan ekspedisi dan hadirnya media sosial sangat membantu sektor ini untuk berkembang.

Tak perlu dana besar untuk menjajakan kopi. Cukup belajar melalui media sosial yang tersedia, beli peralatan, lalu promosikan melalui e-commerce, sudah menghasilkan uang.

Tentunya perlu inovasi di sini. Bagaimana meracik kopi sesuai selera pasar? Lantas ragam varian yang ditawarkan?

Sisanya tinggal improvisasi untuk promosi dan pemasaran.

Baca juga: Dinas Kebudayaan DKI bangun sentra kuliner Betawi di PGC
Industri makanan tetap mengedepankan kemasan dan higienitas dalam penyajiannya. ANTARA/Ganet Dirgantoro

Tumbuh
Daya tahan industri makanan dan minuman bisa dilihat dari data BPS pada Juartal I-2021. Pertumbuhan industri ini mencapai 2,45 persen, salah satu yang tertinggi di sektor industri pengolahan dan konsisten meningkat pada kuartal II-2020.

Di samping itu, industri makanan merupakan sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja sepanjang pandemi COVID-19.

Berdasarkan data BPS, proporsi tenaga kerja di industri makanan mencapai 3,75 persen pada 2020. Proporsi tersebut tercatat meningkat 0,01 poin persen jika dibandingkan pada 2019 yang sebesar 3,74 persen.

Hal ini menandakan industri kuliner masih ekspansif, meski masih dalam tekanan pandemi.

Ketahanan industri makanan dan minuman (kuliner) juga terlihat dari besarnya investasi yang dikeluarkan sepanjang semester I-2021.

Berdasarkan data Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), realisasi investasi di sektor industri makanan sebesar Rp36,6 triliun atau 8,3 persen dari total Rp442,76 triliun.

Angka tersebut meningkat 23,6 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp29,6 triliun.

Naiknya investasi di sektor makanan dan minuman selama pandemi COVID-19 juga diakui Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia. Dia melihat sektor ini selain menyerap lebih banyak sumber daya manusia juga membawa industri ikutan lainnya.

Seperti saat meresmikan pabrik PT Nestle Indonesia di Kabupaten Batang, Jawa Tengah, Bahlil mendukung kerja sama yang dilakukan dengan peternak setempat untuk memproduksi bahan baku susu. Perputaran uang dari kerja sama itu mencapai Rp4,5 miliar per hari dari hasil pembelian susu.

Berdasarkan pengalaman setiap investasi di sektor makanan dan minuman, maka akan ada industri hulu dan hilir yang ikut bergerak. Hal wajar tatkala pengangguran meningkat malah memunculkan pelaku usaha di industri makan dan minuman.

Bagi pelaku UMKM industri makanan dan minuman memang minim risiko, siapa saja dapat memulai usaha ini. Bekalnya hanya pengetahuan untuk mengolah bahan pangan menjadi produk makanan dan minuman yang disukai pasar.

Wadah bagi pelaku industri makanan dan minuman ini juga banyak serta sebagian besar bernaung di bawah Kadin. Karena itu, dalam menjalankan usaha ini jangan khawatir bakal ditinggal, di belakang industri sudah ada institusi yang siap untuk memberikan dukungan.

Baca juga: Kuliner khas Batak Tipa-Tipa dan Sasagun tembus pasar Jakarta
Industri makanan dan minuman menjadi penyelamat di tengah tekanan ekonomi DKI Jakarta akibat pandemi. (ANTARA/Ganet Dirgantoro)

Garda terdepan
Asosiasi Pengusaha Jasa Boga (APJI) berkeyakinan sektor makanan dan minuman dapat menjadi garda terdepan bahkan sebagai lokomotif dalam menyelamatkan sektor jasa boga dan tentu akhirnya banyak membuka lapangan pekerjaan.

Ketua APJI Jakarta Tashya Megananda Yukki
telah melihat fenomena naiknya tren sektor makanan dan minuman. Terkait hal itu pengurus dan anggotanya terus membangun iklim yang baik bagi tumbuhnya industri kuliner dan ekonomi kreatif di ibu kota selama pandemi masih melanda.

Di tengah pandemi seperti sekarang, anggota APJI dituntut selalu meningkatkan profesionalisme dalam menjalankan usaha di bidang makanan dan minuman. Terutama berkaitan dengan mutu produk dan mutu layanan agar terpenuhi standar gizi, kesehatan, dan estetika penyajian.

Sedangkan di luar itu, untuk meningkatkan daya saing, anggota dituntut meningkatkan pengetahuan manajemen usaha, memperluas akses pemasaran berikut permodalan serta dukungan pemerintah dan juga pihak terkait di bidang usaha makanan dan minuman.

APJI Jakarta saat ini memiliki lebih dari 300 anggota yang bergerak di bidang usaha katering, restoran dan kafe, bakery, kue, pastry, cake, dessert dan patisseries. Selain itu minuman olahan dan siap saji, produsen produk olahan dan bumbu makanan serta gerai siap saji.

Lantas untuk menjangkau seluruh anggota dan menjaring anggota baru, APJI membawahi empat Dewan Pimpinan Cabang (DPC) yang baru dibentuk untuk wilayah Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Jakarta Pusat dan Jakarta Utara.

Dengan dukungan cabang, APJI diharap bisa menjadi organisasi yang dapat meningkatkan kapasitas, kapabilitas dan jejaring anggota-anggotanya di masing-masing DPC. Selain itu, berpartisipasi aktif dalam membangun kuliner dan ekonomi kreatif di DKI Jakarta maupun di seluruh Indonesia.

Baca juga: Wajah baru toko kue legendaris di Jakarta

Dalam upaya meningkatkan kemampuan anggotanya belum lama ini juga telah melakukan audiensi dengan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno.

Anggota APJI juga telah menjadi vendor sejumlah instansi KADIN Indonesia, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Koperasi dan UKM  serta beberapa bank pemerintah.

Seiring dengan kebijakan pemerintah melonggarkan PPKM Level 3 sudah sepatutnya industri kuliner menangkap peluang itu dengan mengembangkan pasar.

Bagi anggota baru, peluang ini dapat dimanfaatkan untuk melakukan inovasi agar mendapatkan produk yang pas disukai pasar.

Dipastikan industri makanan dan minuman akan tetap mendapat tempat di masyarakat baik di saat pemerintah melakukan pengetatan maupun saat dilakukan pengetatan.

Kuncinya hanya kemauan. Selain itu kemampuan dari pelaku usaha dan jangan takut untuk gagal.

Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2021