Jakarta (ANTARA) - Orang tua perlu memberikan contoh baik dalam menerapkan protokol kesehatan sebagai panutan anak-anak mereka agar proses pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas bisa berjalan secara lancar, kata pakar epidemiologi Bayu Satria Wiratama dari Universitas Gadjah Mada.

Bayu menjelaskan, salah satu cara mencegah terjadinya penularan COVID-19 di sekolah adalah edukasi terkait 5M (memakai masker, mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, membatasi mobilitas) kepada siswa dari guru dan orangtua, dalam hal ini berupa contoh perilaku bersih dan sehat.

"Orangtua harus mencontohkan yang baik untuk anak, seperti taat memakai masker atau tidak kumpul-kumpul dengan banyak orang di luar rumah," kata Bayu dalam webinar, Rabu.

Peran orangtua penting karena anak lebih banyak menghabiskan waktu bersama anak ketimbang guru yang hanya bisa mengawasi murid-muridnya di sekolah. Peran serta orangtua dalam menjadi panutan yang baik untuk anak. Dengan memberi contoh baik, anak akan terbiasa untuk menjalankan protokol kesehatan di mana saja, termasuk di sekolah ketika menjalani pembelajaran tatap muka terbatas.

Selain mengedukasi orangtua dan guru, pengawasaN disiplin 5M di sekolah dan rumah juga perlu digalakkan oleh guru dan orangtua. Selain itu, orangtua perlu juga memantau kondisi anak dan lingkungan di sekitar anak terkait potensi penularan COVID-19.

Dia menyarankan ada pemberlakuan denda besar untuk siapa pun yang tidak mematuhi protokol kesehatan sekolah, menjaga komunikasi yang baik dengan dinas kesehatan atau puskesmas, serta penyelidikan intensif dan detail jika ada kasus positif di sekolah.

Sejak awal 2021, klaster penularan COVID-19 di sekolah telah muncul. Namun, hanya menghentikan proses pembelajaran dengan menutup sekolah dan disinfeksi sekolah saja tidak cukup, perlu ada penyelidikan detail mengenai penyebabnya agar bisa diatasi secara baik. Perlu ditelusuri penyebabnya, apakah dimulai dari luar atau dalam sekolah atau ada kebocoran protokol kesehatan PTM.

"Yang harus menaati protokol kesehatan bukan cuma pihak sekolah atau anak, tetapi juga keluarga," dia menegaskan, sebab keluarga juga dapat menjadi sumber penularan virus.

Perlu ada satuan tugas (satgas) COVID-19 di sekolah yang melibatkan guru, orangtua atau wali murid serta warga sekolah lain termasuk masyarakat sekitar. Berdasarkan panduan PTM dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), satgas COVID-19 di sekolah terdiri dari tiga tim, yakni tim pembelajaran, psikososial dan tata ruang, tim kesehatan, kebersihan dan keamanan serta tim pelatihan dan humas.

Bayu menggarisbawahi peranan tim kesehatan yang krusial, yakni membuat protokol tatalaksana jika ada kasus. Dengan tatalaksana yang jelas, pihak sekolah bisa sigap bertindak.

Perlu juga membangun jejaring komunikasi dengan puskesmas atau dinas kesehatan setempat, menyiapkan ruangan UKS khusus infeksi agar bisa ditangani terpisah dengan murid-murid yang butuh perawatan non COVID-19. Sekolah pun perlu melatih dan membentuk tim skrining sekolah agar bisa bekerja secara baik. Tugas tim skrining lebih dari mengecek suhu anak-anak serta staf yang masuk ke sekolah, tetapi juga bertanya dan mengenali apakah ada gejala-gejala sakit yang patut diwaspadai.

Terakhir, tim kesehatan juga perlu memantau kondisi harian setiap warga sekolah.

Tugas satgas COVID-19 tidaklah ringan, maka sekolah perlu berdiskusi untuk mencari siapa yang dapat melakukannya, atau mencari bantuan dari sukarelawan yang berasal dari kalangan orangtua murid atau staf guru.

Di tengah penurunan kasus COVID-19, dia berpendapat ini adalah waktu terbaik untuk menguji coba pembukaan bertahap di berbagai aspek termasuk pendidikan, yakni lewat PTM terbatas.

Melihat kondisi saat ini, transisi dari pembelajaran jarak jauh menuju pembelajaran tatap muka harus dilakukan secara bertahap. Sebab, kata Bayu, ada banyak faktor yang harus dipertimbangkan, seperti kondisi di lapangan, masyarakat yang sudah mendapatkan pemahaman tentang protokol kesehatan, disiplin pemakaian masker, hingga vaksinasi yang mendekati 100 persen.

"Untuk sekarang baru bisa bertahap, untuk tahu berapa lama bisa 100 persen di sekolah tergantung usaha semua pihak," katanya.

Direktur Sekolah Dasar Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Dra. Sri Wahyuningsih, M.Pd. berharap lewat segala upaya dari berbagai pihak, setiap orang bisa disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan di sekolah, kunci untuk menekan risiko terjadinya klaster penularan COVID-19.

"Kita harus tetap menjaga protokol kesehatan, disiplinkan anak-anak kita memakai masker dan cuci tangan karena untuk jenjang rendah seperti SD dan PAUD, masih butuh praktik, tak cuma di sekolah tapi lingkungan masyarakat seperti rumah," kata Sri.

Pembelajaran tatap muka secara terbatas bisa dilaksanakan di wilayah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat level 1-3. Jumlah hari dan jam PTM terbatas dilakukan dengan "shift". Murid harus mendapatkan izin dari orangtua untuk mengikuti pembelajaran tatap muka terbatas.

Orang-orang di lingkungan satuan pendidikan wajib menggunakan masker, mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir atau cairan pembersih tangan, menjaga jarak minimal 1,5 meter, tidak melakukan kontak fisik seperti cium tangan atau bersalaman serta menerapkan etika batuk dan bersin.

Selain itu, kegiatan yang berpotensi menjadi kerumunan juga dilarang di satuan pendidikan, misalnya ekstrakurikuler juga pertemuan orangtua. Semua pihak harus aktif berpartisipasi agar kondisi semakin kondusif dan generasi muda yang jadi masa depan bangsa dapat kembali bersekolah seperti dahulu kala.

Baca juga: Kemendikbud: Orang tua perlu jadi role model anak dalam mainkan gawai

Baca juga: Banyak anak berubah perilaku usai ditinggal orang tua akibat COVID-19

Baca juga: Orang tua perlu waspadai gangguan psikologis pada anak selama pandemi

Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2021