Bahwa di usia 50 hingga 58-lah seorang PNS mencapai puncak kinerjanya. Jadi sayang bila di usia 56 sudah pensiun
Jakarta (ANTARA) - Pakar ekonomi pemerintahan, Ismeth Abdullah menyambut baik gagasan masa pensiun PNS pada usia 58 tahun sebagai sangat positif bagi pembangunan, teristimewa di daerah yang sering menghadapi kekurangan tenaga birokrasi profesional.

"Sebab, di usia 50 hingga 58 itulah seorang PNS mencapai puncak kinerjanya. Jadi sayang bila di usia 56 sudah pensiun. Padahal untuk investasi SDM hingga ke tingkat itu, negara telah keluar `cost` banyak," kata Alumni Fakultas Ekonomi Uiniversitas Indonesia (UI) di Jakarta, Senin.

Ismeth Abdullah yang pernah menjabat Gubernur Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) ini berpendapat, implementasi pembangunan di daerah, termasuk pelayanan kemasyarakatan dan dunia usaha memerlukan PNS yang berpengalaman, trampil, matang dalam berpikir, bertindak dan bijak.

"Makanya sayang sekali, jika investasi atas SDM itu tak diberdayakan maksimal. Itu tadi, bahwa di usia 50 hingga 58-lah seorang PNS mencapai puncak kinerjanya. Jadi sayang bila di usia 56 sudah pensiun. Rugi kita," ujarnya

Ia mengatakan itu untuk merespons pernyataan Peneliti LIPI, Dr Hermawan Sulistiyo dan Gubernur Jawa Timur (Jatim) yang juga Ketua Umum Pengurus Pusat Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Dr H Soekarwo dalam kesempatan terpisah pekan lalu.

Kepada pers sebelumnya, Soekarwo mengusulkan usia pensiun pegawai negeri sipil (PNS) 58 tahun.

Sekitar dua tahun silam, juga pernah ada wacana perpanjangan usia pensiun PNS, TNI dan Polri, dengan pertimbangan demi efisiensi anggaran, pemanfaatan pengalaman serta profesionalitas.

Sementara itu Peneliti LIPI, Dr Hermawan Sulistiyo mengatakan, amat wajar jika Indonesia menjadikan masa pensiun itu pada usia 58 tahun (dari posisi 56).

"Mengingat harapan hidup yang meningkat dan usia produktif juga meningkat, wajar kalau usia pensiun juga naik jadi 58 tahun," katanya.

(*)





 

Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2011