Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi Hukum DPR RI M. Nasir Djamil mendukung langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang mengedepankan pendekatan keadilan restoratif ("restorative justice") pada kasus korupsi dana desa yang melibatkan kepala desa.
"Tentu pendekatan keadilan restoratif selayaknya dikedepankan pada kasus-kasus korupsi dana desa, karena cukup banyak kepala desa dan aparaturnya yang terjerat korupsi disebabkan pengetahuan yang minim, terlebih jika jumlah kerugian yang terjadi kecil," ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis.
Menurutnya, tidak semua kasus korupsi dana desa yang melibatkan kepala desa dan aparaturnya harus diselesaikan dengan pendekatan retributif.
Baca juga: KPK: Ada ribuan laporan menyangkut penyimpangan pengelolaan dana desa
Nasir menilai pendekatan "restorative justice" pada kasus korupsi dana desa layak untuk diterapkan karena dalam banyak kasus, kerugian dari pengelolaan dana desa bukan karena adanya "mens rea" melainkan keterbatasan sumber daya manusia semata. Hal ini sejalan dengan paradigma baru pemidanaan yang ingin dibangun di Indonesia.
Baca juga: KPK apresiasi Kemendes PDTT soal penyaluran BLT Dana Desa
Baca juga: KPK ingatkan penyaluran BLT dana desa jangan diselewengkan
Nasir yang juga Anggota Banggar DPR RI menjelaskan bahwa penyaluran dana desa pada hakikatnya ditujukan untuk keadilan dan partisipasi desa yang lebih luas dalam rangka menciptakan kemandirian ekonomi dan pembangunan desa.
Oleh karena itu pendekatan restoratif yang diikuti dengan bimbingan dan pengawasan yang baik diharapkan mampu memberi kenyamanan bagi aparatur desa dalam mengelola dana desa untuk merangsang pembangunan.
"Perwujudan otonomi desa salah satunya diwujudkan dengan pemberian kewenangan pembangunan secara lokal-partisipatif kepada desa, oleh karenanya kewenangan ini harus dirawat dan didukung dengan peningkatan kapasitas aparatur desa dan pengawasan pengelolaan dana desa yang baik," kata Nasir.
Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2021
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.