Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) berupaya melibatkan anak dan remaja untuk membantu pencegahan sunat perempuan atau P2GP (Pemotongan dan Perlukaan Genitalia Perempuan).

Anak dan remaja dinilai sebagai agen perubahan dan punya kapasitas memahami kesehatan reproduksi remaja, memahami dampak buruk dari sunat perempuan, dan bagaimana melakukan pencegahan atau edukasi P2GP kepada teman sebayanya.

"Jadi dari anak kepada anak dan remaja kepada remaja. Kekuatan peer group itu yang kita manfaatkan," kata Asisten Deputi Perlindungan Khusus Anak dari Kekerasan KPPPA Ciput Eka Purwianti dalam siaran pers di Jakarta, Rabu.

Anak dan remaja bisa memberi edukasi dan berbagi pengetahuan kepada rekan-rekan sebayanya tentang dampak dari praktik P2GP, kata Ciput.

Dia menjelaskan anak dan remaja kelak akan menjadi orang tua dan memiliki anak. Oleh karena itu, edukasi harus diberikan agar mereka memahami bahwa tidak ada indikasi medis untuk tindakan sunat perempuan.

Perlukaan pada genital anak-anak perempuan bisa membahayakan kesehatan mereka, misalnya menimbulkan infeksi jika tidak diobati dengan benar atau trauma hingga anak menjadi dewasa.

"Kami sekarang sedang menyusun modul pencegahan P2GP sebagai modul bagi anak mengedukasi teman sebayanya agar mereka paham saat nanti dewasa tidak akan melakukan praktik itu lagi," kata Ciput.

Dia mengimbau para orang tua muda untuk tidak ragu mencari informasi yang benar tentang dampak dari sunat perempuan dan mempelajari lebih dalam dari sisi medis atau sisi keagamaan sehingga praktik sunat perempuan dapat dihentikan.

Baca juga: KPPPA susun rencana aksi cegah sunat perempuan
Baca juga: Musyawarah Ulama Pesantren terbitkan rekomendasi cegah sunat perempuan
Baca juga: KPPPA ajak ulama bangun komitmen cegah sunat perempuan


Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2021