Pontianak (ANTARA News) - Tokoh pers nasional Sabam Leo Batubara menolak wacana revisi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers karena dapat mengancam kebebasan pers serta membawa dunia jurnalistik kembali ke masa Orde Baru.

"UU No 40 Tahun 1999 telah memberi jaminan kepada pekerja media dalam menjalankan tugas jurnalistiknya serta bagaimana menangani permasalahan seputar pembuatan karya jurnalistik tersebut," kata Sabam Leo Batubara dalam lokakarya "Kode Etik Jurnalistik" yang digelar Lembaga Pers Dr Sutomo (LPDS) di Pontianak, Selasa.

Menurut dia, UU No 40 Tahun 1999 secara tegas tidak mengkriminalkan wartawan meski terdapat kesalahan dalam tugas jurnalistik.

Ia melanjutkan, untuk kesalahan dalam tugas jurnalistik, wartawan tidak dikriminalkan, pertanggungjawaban korporasi bukan wartawan, serta kesalahan kata-kata diselesaikan dengan kata-kata.

Selain itu, perusahaan pers berwenang mengenakan sanksi kepada wartawan yang melanggar kode etik jurnalistik.

Di pasal 4 ayat (4) UU No 40 Tahun 1999, kata dia, dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai hak tolak,

Ia menambahkan, kini perusahaan pers, organisasi wartawan dan wartawan tengah memperjuangkan realisasi pasal 18 ayat (1) UU Pers.

Isi pasal tersebut, kata dia, setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang menghalangi kegiatan jurnalistik dapat diancam pidana penjara atau denda.

Sementara, lanjut dia, sejumlah UU di Indonesia saat ini sudah mengancam kebebasan pers serta sangat berpeluang untuk mengkriminalkan wartawan.

Misalnya UU No 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran pasal 36 ayat (5) di mana isi siaran dilarang memfitnah, menghasut, menyesatkan dan bohong, menonjolkan unsur kekerasan, cabul, perjudian, mempertentangkan SARA, dengan ancaman pidana penjara maksimal lima tahun dan atau denda Rp1 miliar, dan televisi Rp10 miliar.

Kemudian, di KUHP ada 37 pasal yang dapat mengirim wartawan ke penjara, KUHPerdata dapat menghukum denda pers/wartawan triliunan rupiah, serta UU No 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

"Padahal di UU Pers sudah jelas mengatur untuk kesalahan jurnalistik yang dilakukan wartawan," kata Sabam Leo Batubara yang juga konseptor UU Pers.

Pers, kata dia, sangat berperan dalam mendorong kehidupan berdemokrasi di Indonesia.

Namun ia mengakui, dengan kondisi seperti itu memunculkan paradoks yang mengganggu kehidupan pers.

"Di Manado, ada media digugat pencemaran nama baik, karena menulis wali kota setempat diduga korupsi. Padahal, sekarang wali kota itu sudah ditahan oleh KPK," kata Leo Batubara.

Ia mengajak perusahaan pers dan wartawan untuk memperjuangkan demokratisasi dengan cara mengamandemen konstitusi agar kemerdekaan pers menjadi hak konstitusional warga negara.

Kemudian mereformasi politik hukum negara dari mengkriminalisasi menjadi dekriminalisasi pers, mendirikan lebih banyak sekolah jurnalistik.

"Pejabat, politisi dan pengusaha tidak menyogok wartawan atau perusahaan media, cara-cara ini yang harus dihilangkan," kata dia menegaskan.

(T011/Z003)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011