Jadi lebih banyak godaan dan tempatnya di luar
Jakarta (ANTARA) - Pakar epidemiologi dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman menilai tepat
kantin tutup saat pelaksanaan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) 100 persen, namun siswa jajan di luar sekolah justru lebih berbahaya.

Dicky menyebutkan, jajan di luar sekolah bagi siswa akan lebih berisiko tertular COVID-19 karena lebih sulit diterapkan protokol kesehatan (prokes).

"Kalau di kantin semuanya sudah divaksin itu jauh lebih aman, kantin yang letaknya di dalam sekolah kan bisa menerapkan protokol kesehatan, justru yang di luar sekolah itu lebih sulit," kata Dicky saat dihubungi di Jakarta, Senin.

Karena itu, menurut Dicky, tidak ada jaminan bahwa dengan kantin yang tidak buka menjadi lebih sedikit interaksi karena jajanan di luar sekolah itu lebih banyak.

"Jadi lebih banyak godaan dan tempatnya di luar," katanya.

Baca juga: Jangan diartikan PTM 100 persen satu kelas penuh

Belum lagi, kata Dicky, dengan adanya fenomena "ngabuburit" saat Ramadhan yang ditambah dengan pelonggaran-pelonggaran terkait PPKM Level 5 akan menambah besar kemungkinan interaksi yang terjadi.

"Bicara potensi penyebaran, sebetulnya 'ngabuburit' itu orang bukan makan minum, yang terjadi orang banyak yang jalan berkerumun, yang tidak boleh itu kan berkerumunnya," kata dia.

Karena itu, menurut Dicky, harus ada pengaturan soal "ngabuburit" atau buka bersama itu seperti dilakukan di tempat yang luas atau luar ruangan. "Orang jalan silahkan, tetapi yang dikurangi adalah aktivitas terlokalisir itu," katanya.

Artinya yang harus dibiasakan adalah tetap memakai masker dan ini menjadi hal yang sangat penting. Misalnya, ketika beli takjil,  penjual berisiko lebih besar menularkan ketika tidak menerapkan protokol kesehatan.

Baca juga: Epidemiolog ingatkan kuartal I 2022 masa rawan bagi Indonesia

Apalagi jika belum divaksin. "Karenanya minimal dosis dua vaksin sudah harus didapatkan," katanya.

Meski demikian, Dicky mengakui dalam masa Ramadhan dan Idul Fitri ini peningkatan kasus COVID-19 akan sulit untuk dihindari karena berbagai faktor yang ada.

"Tapi mudah-mudahan tidak sebesar Lebaran sebelumnya karena orang yang divaksin jauh lebih banyak, ini pun dengan catatan tidak adanya varian baru yang bisa memperburuk," katanya.

Saat ini yang dikhawatirkan hanya satu varian COVID-19, yakni BA2. BA2 ini cukup rawan terutama untuk lansia, komorbid dan immunocompromise yang menurun atau belum mendapatkan 'booster' atau bahkan belum vaksinasi dosis kedua," katanya.

Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2022