Di balik belantara hutan beton yang menyelimutinya, Jakarta menyimpan kekayaan dan warisan budaya yang hingga kini terus terjaga.

Yang paling penting dan tak bisa dilepaskan dari Jakarta adalah budaya betawi.

Kemajuan Jakarta sebagai kota metropolitan menjadi tantangan tersendiri dalam mengenalkan dan melestarikan budaya Betawi, agar kaum muda tidak tercerabut dari akar sejarahnya.

Banyak objek wisata bernuansa betawi di Jakarta yang menarik dan patut Anda kunjungi, antara lain Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan dan Rumah Si Pitung.

Setu Babakan

Setu Babakan terletak di Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan. Pada 2004, bersamaan dengan HUT DKI ke-474, daerah sekitar setu dijadikan Pusat Perkampungan Budaya Betawi. Cagar budaya seluas 165 hektare ini terdiri atas kebun rakyat, perkampungan masyarakat betawi, dan dua danau yang mengapitnya.
Setidaknya ada empat jenis wisata yang ditawarkan Setu Babakan, yaitu:
   1. Wisata budaya
      Atmosfer budaya Betawi sangat terasa begitu Anda memasuki gerbang Pintu Masuk I Bang Pitung.  Anda akan menyaksikan beberapa rumah khas Betawi di kiri-kanan jalan. Ciri khas menonjol dari rumah Betawi adalah hiasan yang mengelilingi langit-langit rumah dan teras untuk ruang keluarga di bagian depan. Namun, beberapa bangunan berubah menjadi lebih modern.
     Sentuhan khas Betawi tetap tidak dihilangkan, sehingga tercipta akulturasi.
     Untuk menuju danau, kita akan melewati panggung pertunjukan yang menampilkan kesenian khas betawi seperti lenong, ondel-ondel, musik tanjidor, qasidah, marawis, keroncong, gambang keromong, gambus, serta tari topeng.
   2. Wisata alam
     Tidak jauh dari panggung pertunjukan, ada tangga turun menuju setu yang di sekelilingnya ditanami berbagai pohon meneduhkan, sehingga Anda bisa berpiknik sambil menikmati pemandangan danau.
     Bagi yang ingin berwisata air, tersedia perahu genjot berbentuk bebek-bebekan atau perahu naga. Jika hanya ingin mengelilingi setu dapat menyewa delman.  Semua itu bisa dinikmati dengan harga tiket cukup terjangkau.
   3. Wisata kuliner
      Jika pengunjung haus atau lapar di sepanjang pinggiran danau ada banyak aneka jajanan murah meriah. Es lilin, es dawet, es duren, atau mampir ke semacam food court yang menyajikan berbagai makanan tradisional Betawi seperti kerak telor, laksa, toge goreng, soto betawi, siomay, ketoprak, ketupat sayur, gulali, nasi uduk, bir pletok, kue ape, gado-gado, karedok dan lainnya.
     Untuk oleh-oleh, Anda juga bisa membeli dodol Betawi yang harganya terjangkau oleh kantong Anda.
   4. Wisata agro
     Biasanya wisata agro selalu berada di tengah perkebunan atau pertanian nan luas, maka wisata agro di Setu Babakan malah lain.
     Anda akan diajak memetik buah-buahan  di pelataran rumah-rumah penduduk yang ditanami tanaman-tanaman khas Betawi seperti buni, belimbing, dukuh, menteng, gandaria, mengkudu, namnam, kecapi, krendang , durian, jengkol, rambutan, kemuning dan masih banyak lagi.  Sungguh mengasyikan bukan?
    
Untuk mencapai Setu Babakan, kita dapat menumpangi Kopaja 616 rute Terminal Pasar Minggu - Cimpedak - Blok M, lalu turun di gerbang Bang Pitung. Jika dari Terminal Depok, tumpangilah Mikrolet 128 dan turun di gerbang sama. Kalau memiliki mobil pribadi, ikuti saja arah Kopaja atau angkot ini. Kawasan Setu Babakan dibuka setiap hari dari pukul 06.00 hingga pukul 18.00 WIB.

Rumah Si Pitung

Rumah Si Pitung adalah obyek wisata sejarah dan budaya yang terletak di Marunda Pulo, Cilincing, Jakarta Utara.

Rumah yang berdiri di atas lahan seluas 700 meter persegi ini sebenarnya bukan rumah kelahiran atau milik keluarga Si Pitung, melainkan milik Haji Syafiuddin, pengusaha “sero” yang pernah dirampok Pitung, jawara Betawi yang terkenal akan perjuangannya melawan ketidakadilan penguasa Hindia Belanda di Betawi, pada 1883.

Robin Hood Indonesia ini merampok orang-orang kaya dan membagikan hasil rampokannya kepada rakyat miskin.

Berdasarkan peraturan Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 9 tahun 1999, rumah ini ditetapkan sebagai cagar budaya.

Rumah Si Pitung berbentuk panggung dengan gaya arsitektur Bugis, sesuai dengan lokasi rumah yang hanya berjarak 50 meter dari bibir pantai, sehingga berpotensi terkena ombak besar atau banjir rob.

Rumah panggung sepanjang 15 meter, lebar 5 meter dengan tinggi 2 meter ini ditopang 40 buah tiang setinggi 2 meter sehingga penduduk menyebutnya Rumah Tinggi.

Rumah ini dilengkapi dua buah beranda, di sisi depan dan belakang rumah, dilengkapi tangga setinggi 1,5 meter, serta memiliki empat buah pintu dan sepuluh buah jendela.

Di dalamnya ada beberapa perabot khas Betawi, seperti kursi tamu, tempat tidur, meja rias, permainan congklak, dan peralatan dapur, yang sebagian merupakan sumbangan berbagai pihak.

Pada dinding rumah ada panel yang menceritakan kisah Si Pitung.

Rumah ini pernah direnovasi beberapa kali, pertama pada 1972, dengan tetap mempertahankan bentuk aslinya, sementara interior rumah diubah dari semula tiga kamar menjadi tinggal satu kamar, lantai bambu menjadi lantai kayu jati, dan cat warna merah delima pada dinding kayu rumah.

Renovasi terakhir dilakukan pada 2010 dengan menambahkan panggung beton setinggi 50 cm untuk memastikan tidak terendam banjir saat air pasang menggenangi pekarangan dan kolong rumah.

Mencapai Rumah Si Pitung

Untuk mencapai Rumah Si Pitung, bisa menggunakan kendaraan pribadi atau angkutan umum arah Marunda.  Patokannya, papan penunjuk kampus Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Marunda, Jl. Marunda Makmur, Cilincing.

Jika menggunakan angkutan umum, turun di depan jalan masuk Kampus STIP. Jika menggunakan kendaraan pribadi, telusuri jalan di samping kampus menuju ke arah pantai.

Di sisi kanan akan tampak tanah lapang dengan warung-warung yang dijadikan tempat parkir untuk kendaraan pribadi.

Perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kaki menyeberangi jembatan beton di atas Sungai Blencong ke arah Marunda Pulo.

Rumah Si Pitung berjarak kurang lebih 300 meter dari jembatan Sungai Blencong, menelusuri pematang beton yang melintasi rawa-rawa.

Si Pitung adalah Betawi asli yang bermukim di Rawa Belong, Jakarta Barat.
Karena melihat penderitaan masyarakat miskin di sekitarnya, akibat ulah penjajah Belanda, Si Pitung yang memiliki kemampuan bela diri tinggi berusaha menolong mereka dengan merampok orang kaya dan membagi hasil rampokannya kepada masyarakat miskin.

Pemeintah Belanda lantas menangkap dan memvonis mati 'Robin Hood Indonesia' pada 1896.

Masyarakat Betawi sangat kehilangan pahlawannya dan terus melestarikan peninggalan Si Pitung termasuk sebuah rumah di daerah Marunda yang kini menjadi cagar budaya di Jakarta Utara.

Jakarta yang kaya budaya memang menarik dan tak puas dinikmati sehari dua hari. Jakarta juga layak dirindukan.

Enjoy Jakarta!!

Editor: Copywriter
Copyright © ANTARA 2012