Tbilisi (ANTARA News) - Georgia akan mengambil bagian dalam Olimpiade Musim Dingin tahun depan di Rusia, kata seorang pejabat negara itu dalam sebuah pernyataan yang menandai peredaan ketegangan dalam hubungan antara kedua negara tersebut.

Rusia dan Georgia memutuskan hubungan setelah perang singkat 2008, yang disusul dengan ketegangan bertahun-tahun karena dukungan Moskow bagi dua wilayah separatis Georgia, termasuk Abkhazia yang terletak hanya beberapa kilometer dari Sochi, dimana Rusia menghabiskan dana lebih dari 50 milyar dolar untuk menjadi tuan rumah Olimpiade itu, lapor Reuters.

Presiden Georgia Mikheil Saakashvili, seorang tokoh pro-Barat, sebelumnya menunjukkan keberatan atas tempat pesta olah-raga itu di dekat Abkhazia, tempat pasukan Georgia bertempur dengan gerilyawan Abkhazia pro-Moskow dalam perang saudara pada 1990-an.

"Komite memutuskan bahwa Georgia akan mengambil bagian dan saya rasa itu merupakan keputusan yang sangat bagus," kata ketua komite Leri Khabelov kepada Reuters setelah keputusan Kamis larut malam itu.

"Saya senang para olahragawan kami tidak sia-sia mempersiapkan diri untuk Olimpiade ini," katanya.

Ia menambahkan, Georgia akan mengirim permohonan resmi mengenai keikutsertaannya kepada Komite Olimpiade Internasional sebelum 7 Mei.

Perdana Menteri Bidzina Ivanishvili, yang koalisinya mengalahkan partai Gerakan Persatuan Nasional kubu Saakashvili dalam pemilihan umum parlemen pada Oktober lalu, mempertaruhkan popularitasnya dengan memperbaiki hubungan dengan Rusia.

Ia mengatakan, Georgia akan menyelidiki lagi kekalahan perang dengan Rusia pada 2008 untuk mengetahui apakah Saakashvili termasuk orang yang perlu disalahkan.

Sebuah laporan independen yang dibentuk Uni Eropa pada 2009 menyalahkan Georgia karena memulai perang dengan Rusia namun mengatakan, tanggapan militer Moskow melampaui batas-batas yang beralasan dan melanggar hukum internasional.

Laporan itu menyebut kedua pihak melanggar hukum kemanusiaan internasional dan menemukan bukti mengenai pembersihan etnik terhadap warga keturunan Georgia di provinsi separatis Ossetia Selatan.

Saakashvili mengatakan, Georgia menanggapi invasi pasukan Rusia ketika mereka menyerang wilayah Ossetia Selatan. Lebih dari 100.000 warga sipil di kedua pihak mengungsi pada puncak konflik itu dan beberapa dari mereka tidak bisa kembali.

Pasukan Rusia memasuki Georgia untuk mematahkan upaya militer Georgia menguasai lagi Ossetia Selatan pada 7-8 Agustus 2008. Perang lima hari pada Agustus itu meletus ketika Tbilisi berusaha memulihkan kekuasannya dengan kekuatan militer di kawasan Ossetia Selatan yang memisahkan diri dari Georgia pada 1992, setelah runtuhnya Uni Sovyet.

Georgia dan Rusia tetap berselisih setelah perang singkat antara mereka pada tahun 2008.

Ossetia Selatan dan Abkhazia memisahkan diri dari Georgia pada awal 1990-an. Kedua wilayah separatis itu bergantung hampir sepenuhnya pada Rusia atas bantuan finansial, militer dan diplomatik. (M014)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013