Mayat (Verdon) akan dipindahkan ke negara kami secepat mungkin dan otopsinya akan memungkinkan kami mengetahui penyebab kematiannya."
Paris (ANTARA News) - Pemerintah Paris hari Senin mengkonfirmasi bahwa mayat yang ditemukan di Mali utara adalah ahli geologi Prancis Philippe Verdon, yang diculik pada November 2011.

"Mayat (Verdon) akan dipindahkan ke negara kami secepat mungkin dan otopsinya akan memungkinkan kami mengetahui penyebab kematiannya," kata Presiden Francois Hollande dalam sebuah pernyataan, lapor Reuters.

Hollande dalam pidatonya Minggu pada Hari Bastille mengatakan, mungkin Verdon tewas beberapa pekan lalu namun kematiannya belum dikonfirmasi secara resmi.

Al Qaida di Maghribi Islam (AQIM) mengatakan pada Maret, mereka memenggal Verdon sebagai pembalasan atas intervensi militer Prancis di Mali.

Pada akhir Juni kelompok itu menyatakan, delapan warga asing lain yang mereka sandera, termasuk lima orang Prancis, masih hidup.

Prancis, yang bekerja sama dengan militer Mali, pada 11 Januari meluncurkan operasi ketika militan mengancam maju ke ibu kota Mali, Bamako, setelah keraguan berbulan-bulan mengenai pasukan intervensi Afrika untuk membantu mengusir kelompok garis keras dari wilayah utara.

Prancis akan mengurangi pasukannya yang berjumlah 4.500 orang menjadi 1.000, dan resolusi PBB mengizinkan Prancis "menggunakan segala cara yang diperlukan" untuk campur tangan ketika pasukan PBB "berada dalam ancaman serius dan segera".

Pasukan Afrika barat yang sudah berada di Mali akan membentuk kekuatan inti dari Misi Stabilisasi Terpadu Multidimensi PBB, yang dikenal dengan singkatan Prancis MINUSMA. Pasukan PBB yang berkekuatan 12.000 orang itu menggantikan pasukan Afrika pimpinan Prancis pada Juli.

Mali, yang pernah menjadi salah satu negara demokrasi yang stabil di Afrika, mengalami ketidakpastian setelah kudeta militer pada Maret 2012 menggulingkan pemerintah Presiden Amadou Toumani Toure.

Masyarakat internasional khawatir negara itu akan menjadi sarang baru teroris dan mereka mendukung upaya Afrika untuk campur tangan secara militer.

Kelompok garis keras, yang kata para ahli bertindak di bawah payung Al Qaida di Maghribi Islam (AQIM), menguasai kawasan Mali utara, yang luasnya lebih besar daripada Prancis, sejak April tahun lalu.

Pemberontak suku pada pertengahan Januari 2012 meluncurkan lagi perang puluhan tahun bagi kemerdekaan Tuareg di wilayah utara yang mereka klaim sebagai negeri mereka, yang diperkuat oleh gerilyawan bersenjata berat yang baru kembali dari Libya. Namun, perjuangan mereka kemudian dibajak oleh kelompok-kelompok muslim garis keras.

Kudeta pasukan yang tidak puas pada Maret 2012 dimaksudkan untuk memberi militer lebih banyak wewenang guna menumpas pemberontakan di wilayah utara, namun hal itu malah menjadi bumerang dan pemberontak menguasai tiga kota utama di Mali utara dalam waktu tiga hari saja.


Penerjemah: Memet Suratmadi

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013