Jayapura (ANTARA News) - Setelah menjalani masa penyesuaian selama lebih dari sepekan, sebanyak 1.821 ekor dari 2.862 ekor labi-labi moncong babi (Carettachelys insculpta) yang diterbangkan dari Bandara Halim Perdana Kusuma, Jakarta menuju Timika padal 28 Agustus 2006 dilepasliarkan ke habitatnya di Timika, Provinsi Papua. Pemulangan dan pelepasliaran satwa langka asal Papua tersebut merupakan kerja sama antara Departemen Kehutanan, Jaringan Pusat Penyelamatan Satwa (JPPS) dan PT Freeport Indonesia. Acara pelepasliaran tersebut berlangsung di danau di dalam kawasan Pendidikan Konservasi dan Suksesi Alami Lahan Tailing, PT Freeport Indonesia, Timika, Sabtu (9/9). Menurut Koordinator Penanganan dan Penyaluran Satwa JPPS, Resit Sezor, sebelum dikembalikan ke Papua, labi-labi tersebut direhabilitasi di PPS Yogyakarta dan Sukabumi selama sekitar 6-8 bulan . Para ahli penyelamatan satwa di kedua PPS tersebut membantu pemulihan kemampuan mereka untuk bertahan hidup di habitat aslinya. Labi-labi yang dipulangkan tersebut adalah satwa yang disita di sejumlah tempat, termasuk di Bandara Juanda, Surabaya dan Bandara Soekarno-Hatta setelah diselundupkan dari Papua. "Selama dalam perjalanan lewat udara dari Jakarta ke Timika dan berada dalam masa penyesuaian di Timika, 8,5 persen labi-labi tersebut mati. Sebanyak 69 ekor mati dalam perjalanan dari Jakarta ke Timika, dan 174 ekor lainnya mati dalam masa penyesuaian di Timika," kata Resit Sezor. Menurut dia, jumlah tersebut dikategorikan rendah untuk kematian satwa selama masa transportasi dan penyesuaian karena tingkat toleransi untuk kematian satwa reptil dalam masa tersebut adalah 15 persen. Tim terpadu yang terdiri atas perwakilan Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) II Papua, JPPS dan PT Freeport Indonesia telah bekerja ekstra keras untuk menangani perawatan satwa dalam masa penyesuaian. Tim mengelompokkan seluruh labi-labi berdasarkan kondisi kesehatan ke dalam lima kelompok dari A sampai E. Tim kemudian memutuskan untuk melepasliarkan Labi-labi yang berada pada kategori A, B dan C setelah dilakukan perawatan medis ringan dan "tagging" berupa tali nilon yang dipasang pada karapas (tempurung) Labi-labi. Pemasangan "tagging" bertujuan untuk kegiatan pemantauan terhadap kemampuan bertahan hidup di habitatnya. Sedangkan Labi-labi pada kategori D dan E masih akan terus dirawat sampai kondisinya meningkat ke kategori yang lebih baik. Sebelumnya pada Kamis, 7 September 2006, sebanyak 1.821 ekor labi-labi telah dilepasliarkan di sepanjang aliran sungai Minajerwi, suatu kawasan yang berada di sebelah Timur areal PT Freeport Indonesia. Sementara itu, sekitar 800 ekor lainnya saat ini masih menjalani proses pemulihan dan direncanakan akan dilepasliarkan di sepanjang aliran sungai Mawati yang juga berada di dekat areal PT Freeport Indonesia. Kawasan yang menjadi tempat pelepasliaran tersebut sebelumnya telah disurvei oleh tim terpadu yang terdiri dari Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Papua II, JPPS dan PTFI. Tim terpadu juga melakukan sosialisasi dengan para penduduk di sekitar kawasan tersebut untuk bersama-sama menjaga kelestarian labi-labi tersebut setelah dilepasliarkan. "Kami berharap, pasca pelepasliaran tersebut, ada satu tim kerja sama antara LSM, Pemerintah dan PTFI untuk mengikuti perkembangan labi-labi tersebut agar dapat terjaga kelestariannya, terutama perkembangbiakannya. Kerja sama tersebut dapat diikuti dengan kerjasama dalam penyelamatan satwa-satwa asli Papua lainnya," demikian Resit Sezor. (*)

Copyright © ANTARA 2006