Embusan kali ini pun hanya kejadian tunggal dan tidak disusul oleh aktivitas seismik lainnya."
Yogyakarta (ANTARA News) - Gunung Merapi, yang berada di perbatasan Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), kembali mengembuskan asap yang menyebabkan hujan abu tipis di beberapa wilayah yang terletak 15 kilometer di sisi tenggara, selatan dan barat daya.

"Pada pukul 04.21 WIB mulai terekam gempa embusan dengan durasi sekitar 20 menit, dan pengamat kami mulai mendengar suara gemuruh pada pukul 04.26 WIB," kata Kepala Seksi Gunung Merapi Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Sri Sumarti di Yogyakarta, Minggu.

Bersamaan dengan embusan asap juga terlihat bara api. Namun, Sri menegaskan, tidak ada lava pijar dalam kejadian embusan tersebut.

Sri mengatakan, bara api tersebut dimungkinkan terjadi karena gas yang diembuskan dari dalam gunung memiliki suhu yang sangat panas.

"Kejadian embusan asap dari Gunung Merapi sudah seringkali terjadi pasca letusan 2010. Embusan kali ini pun hanya kejadian tunggal dan tidak disusul oleh aktivitas seismik lainnya," katanya.

Sri mengemukakan, belum dapat memastikan penyebab timbulnya embusan asap meskipun dua hari sebelumnya, pada Jumat (18/4) malam sempat terjadi gempa tektonik yang berpusat di 151 kilometer barat daya Gunung Kidul dengan kekuatan 5,6 Skala Richter (SR).

Pada Sabtu (19/4), BPPTKG juga mencatat adanya aktivitas seismik Gunung Merapi berupa gempa tektonik dalam sebanyak empat kali sejak pukul 08.00-20.00 WIB.

"Namun, kami tidak dapat menyimpulkan apakah gempa itu terkait langsung dengan timbulnya embusan asap. Kami hanya mencatat kronologinya memang seperti itu," katanya.

Sampai saat ini, lanjut Sri, status Gunung Merapi adalah aktif normal.

"Belum ada peningkatan status. Kami terus melakukan pemantauan dan mengevaluasi secara rutin kondisi gunung," katanya.

BPPTKG terus mengimbau agar masyarakat yang tinggal di sekitar gunung tetap meningkatkan kewaspadaan, begitu pula dengan para pendaki.

"Pendakian hanya sampai Pasar Bubar, tidak direkomendasikan sampai ke puncak," demikian Sri Sumarti. (*)

Pewarta: Eka Arifa Rusqiyati
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2014