Saya tahu sesuatu yang mengerikan telah terjadi
Damaskus (ANTARA News) - "Gajah bertarung lawan gajah, pelanduk mati di tengah-tengah"! Itu lah yang terjadi di Suriah; perang saudara yang berkecamuk di sana telah mengancam kesejahteraan rakyat yang tak berdosa di negara Arab itu selama lebih dari tiga tahun.

Perang saudara tersebut juga menghapuskan impian generasi muda, melucuti hidup banyak orang lagi dan membuat orang yang menyayang menerita sakit yang tak terperikan.

Pelajar sekolah menengah Raghad Arabi adalah siswi yang menonjol di antara teman sebayanya sebelum ia kehilangan nyawa dalam ledakan kuat di dekat ibu ota Suriah, Damaskus. Keluarganya cuma memiliki kenangan di benak mereka, tak ada yang lain kecuali sepotong kertas yang telah ia isi dengan cita-citanya, yang tak pernah bisa ia raih.

Remaja perempuan yang berusia 18 tahun itu adalah pelajar "peraih nilai A" dan "memiliki moral tinggi", ibu Raghad menyampaikan kenangannya kepada Xinhua.

Setahun telah berlalu sejak Radhad meninggal, meskipun ibunya masih dirundung kesedihan persis seperti saat ia kehilangan putrinya.

"Ia anak yang pendiam dan punya rencana buat masa depannya ... orang bisa mengatakan itu dengan melihat potret dirinya bahwa ekspresinya adalah campuran kepolosan dan kepercayaan diri," kata sang ibu. Matanya berkaca-kaca saat ia berbicara mengenai putrinya.

Raghad Arabi semasa hidupnya mencurahkan perhatiannya selama tiga bulan untuk belajar sungguh-sungguh guna menghadapi ujian akhir sekolahnya agar ia bisa masuk perguruan tinggi yang diidam-idamkannya. Ia telah menulis resume mengenai masa depannya, dan membayangkan apa yang bisa ia capai sampai tahun 2020.

Pada hari ujian terakhirnya, Raghad Arabi membritahu saudarinya bahwa ia ingin pergi dan membeli parfum dari satu di toko tempat tinggal mereka.

"Saya memberi nama hari itu hari kelabu. Saat itu tanggal 6 Agustus 2013, padam Malam Idul Fitri," kata ibunya. "Ia pergi untuk membeli barang untuk berpersiap menyambut hari itu. Dua-puluh menit setelah kepergiannya, kami mendengar suara ledakan keras dan saya melihat asap membubung ke udara di dekat sini."

"Saya segera mengangkat telepon dan memutar nomor telepon genggamnya tapi tak ada jawaban. Saya tahu sesuatu yang mengerikan telah terjadi," kata sang ibu.

Satu bom mobil yang diparkir di luar toko parfum telah meledak saat putrinya masuk, dan menewaskan Raghad serta banyak orang lagi.

Sungguh menyedihkan, Raghad tak pernah tahu bahwa ia lulus ujian dengan nilai cukup untuk membuat dia masuk perguruan tinggi yang diingininya.

Raghad adalah satu dari demikian banyak korban jiwa akibat perang yang berkecamuk di Suriah.

Menurut laporan PBB dari Juli 2013, data terkini yang tersedia, jumlah korban jiwa akibat perang saudara di Suriah telah mencapai lebih dari 100.000. Namun PBB menghentikan pengumpulan data mengenai korban jiwa dengan alasan badan dunia itu tak bisa mengabsahkan sumber informasinya.

Tapi Observatorium bagi Hak Asasi Manusia --yang berpusat di Inggris, kelompok pengawas yang mengandalkan jaringan pegiat di lapangan-- belum lama ini mengeluarkan keterangan mengenai jumlah korban jiwa terkini. Lebih dari 160.000 orang, petempur dan non-petempur-- telah kehilangan nyawa.

(Uu.C003)

Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2014