Memang saat ini habitat dan populasi bekantan banyak mengalami kerusakan dan penurunan kualitas
Banjarmasin (ANTARA News) - Sahabat Bekantan Indonesia (SBI) dari Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin bersama Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Selatan, melepasliarkan seekor bekantan jantan yang diberi nama Bagio di Taman Wisata Alam Pulau Bakut, Kabupaten Barito Kuala, pada Selasa (19/5).

Sebelumnya bekantan tersebut diserahterimakan dari Kasat Polair Polresta Banjarmasin AKP Untung Widodo kepada Balai Karantina Hewan Kelas 1 Banjarmasin drh Sri Hanum dan wakil BKSDA Kalsel Ridwan didampingi Tim Rescue Bekantan SBI untuk dilepasliarkan kembali, kata Ketua SBI Universitas Lambung Mangkurat, Amalia Rezeki di Banjarmasin, Jumat.

Sejak ditandatangani kerja sama antara SBI dengan BKSDA Kalsel dalam rangka perlindungan dan pelestarian bekantan, sudah tiga kali mereka melepasliarkan bekantan di Pulau Bakut, dengan jumlah empat ekor.

Pulau Bakut merupakan kawasan taman wisata alam yang juga dijadikan pusat penyelamatan bekantan oleh SBI dengan BKSDA Kalsel.

Ke depan di pulau ini akan dibangun fasilitas kandang habituasi dan kandang karantina bagi bekantan sitaan maupun penyerahan dari masyarakat sebelum dilepasliarkan kembali ke habitat aslinya.

BKSDA Kalsel dan SBI menilai pelepasliaran ke alam secara langsung akan lebih baik mengingat kondisi bekantan tersebut sudah dewasa dan sehat serta tidak memiliki riwayat sakit bawaan yang bisa menularkan penyakit di alam barunya nanti.

Menurut Amalia Rezeki, bekantan yang diselamatkan oleh tim Satpolair Polresta Banjarmasin tersebut bisa saja akan melakukan migrasi karena habitatnya yang mulai rusak sehingga ketersediaan pakannya mulai berkurang.

"Memang saat ini habitat dan populasi bekantan banyak mengalami kerusakan dan penurunan kualitas. Luas hutan yang menjadi habitat bekantan di Kalimantan pada awalnya diperkirakan 29.500 km2, dari luas tersebut, 40 persen di antaranya sudah berubah fungsi dan hanya 41 persen yang tersisa di kawasan konservasi," katanya.

Kondisi ini diikuti dengan penurunan populasi bekantan, tahun 1986 populasi bekantan diperkirakan lebih dari 250.000 ekor dan 25.000 ekor di antaranya berada dikawasan konservasi, tahun 1994 terjadi penurunan populasi bekantan yang sangat drastis menjadi hanya sekitar 114.000 ekor.

Di Kalimantan Selatan tersisa sekitar 4.500 - 5.000 ekor saja, katanya, seraya menjelaskan bekantan yang dikenal dengan istilah ilmiahnya nasalis larvatus, merupakan primata endemik Kalimantan dan termasuk dalam subfamili Colobinae.

Bekantan dilindungi keberadaannya berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1999, dan secara internasional termasuk dalam Appendix I CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) serta termasuk dalam katagori terancam punah - Endangered Species oleh lembaga Internasional IUCN ( International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources ) sejak tahun 2000.

Selain itu sejak tahun 1990, bekantan ditetapkan sebagai maskot Provinsi Kalimantan Selatan. Untuk itu SBI mengimbau masyarakat yang masih memelihara bekantan, untuk segera menyerahkannya ke BKSDA Kalsel atau SBI, mengingat memelihara bekantan ada konsekuensi hukumnya, jelas Amalia Rezeki. 

Pewarta: Hasan Zainuddin
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2015