Jakarta (ANTARA News) - Mantan Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Udar Pristono dituntut 19 tahun pidana penjara dan denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan karena melakukan tingak pidana korupsi pengadaan bus Transjakarta periode 2012 dan 2013, menerima gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang.

"Menuntut supaya majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan, menyatakan terdakwa Udar Pristono terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan kesatu, kedua dan ketiga," kata Ketua Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat Victor Antonius dalam sidang di pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.

Jaksa menilai ada sejumlah hal yang memberatkan bagi Udar yaitu karena perbuatan yang dilakukan bertentangan dengan semangat pemberantasan korupsi yang sedang digalakkan pemerintah dan mengakibatkan kerugian negara yang pada 2012 senilai Rp9,5 miliar dan pada 2013 sebesar Rp54,38 miliar.

Udar juga dianggap tidak kooperatif selama proses penyidikan hingga persidangan. "Pertimbangan meringankan, tidak ada," tambah jaksa Victor.

Dalam dakwaan pertama, Udar dinilai melakukan penyalahgunaan kewenangan yaitu Udar mengeluarkan surat perintah tugas kepada Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) tanpa perjanjian dalam pengadaan bus Transjakarta periode 2012,

"Terdakwa tidak membuat kontrak perjanjian kepada tim BPPT, melainkan hanya surat perintah tugas," kata Jaksa.

Sehingga tim BPPT yang melaksanakan pekerjaan perencanaan pengadaan bus paket I dan II meliputi pekerjaan pembuatan gambar teknis, rencana anggaran biaya (RAB) dan harga perkiraan sendiri (HPS) padahal HPS tersebut tidak merinci komponen dan biaya sebagaimana yang diharuskan dalam pekerjaan konstruksi.

Setelah diteliti tim tenaga ahli Institut Teknologi Bandung (ITB), 18 bus paket I dan 18 bus paket II tidak memenuhi spesifikasi yang ditentukan dalam kontrak.

Meskipun bus-bus itu tidak memenuhi spesifikasi teknis, Pristono malah menerbitkan dan menandatangani Surat Perintah Membayar (SPM) seluruhnya sebesar Rp59,87 miliar sehingga menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp9,57 miliar.

Dalam pengadaan bus Transjakarta 2013, Udar kembali mengandeng tim BPPT yang dipimpin oleh Direktur Pusat Teknologi Industri dan Sistem Transportasi BPPT saat itu, Prawoto dengan mengarahkan spesifikasi bus pada merek tertentu asal China yaitu merek Ankai, Yutong dan Zhong Tong.

Sehingga pada 27 Desember 2013, Dishub DKI menerima 30 unit bus articulated merek Yutong dari PT Korindo Motors, 30 bus articulated dari PT Mobilindo Armada Cemerlang, 30 unit bus articulated merek Ankai dan 124 bus single merk Ankai dari PT Ifani Dewi.

Padahal bus-bus tersebutt tidak sesuai spesifikasi teknis, namun Udar tetap menyetujui pembayaran dengan menerbitkan dan menandatangani SPM dan berdasarkan audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) kerugian keuangan negara dalam pengadaan bus 2013 mencapai Rp54,389 miliar.

Udar Pristono pun dituntut pidana berdasarkan pasal 2 ayat 1 subsider Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Dalam dakwaan kedua, Udar dinilai terbukti menerima uang gratifikasi pada periode 2010-2014 hingga mencapai jumlah Rp6,5 miliar.

Setelah menerima pemberian uang, Udar meminta stafnya di Dishub DKI Jakarta bernama Suwandi untuk menyimpankan ke dalam rekening atas nama Udar Pristono di Bank Mandiri cabang Cideng yang seluruhnya sebesar Rp4,643 miliar dan Bank BCA cabang Cideng senilai Rp1,875 miliar.

Sehingga Udar dituntut berdasarkan Pasal 12B ayat 1 dan ayat 2 atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Terakhir, Udar dinilai melakukan tindak pidana pencucian uang dari uang gratifikasi yang ia terima sejak 3 Januari 2011 - 4 Februari 2014 kemudian ia samarkan dengan membeli sejumlah aset properti, kendaraan bermotor hingga mentransfer uang dua orang perempuan.

Sehingga jaksa meminta agar hakim merampas sejumlah aset Udar.

"Untuk perkara tindak pidana pencucian uang barang bukti nomor urut 1, 41, 45, 46, 47, 48, 49, 90, 91, 92 dirampas untuk negara," kata jaksa Victor

Barang bukti tersebut adalah

1. Uang sebanyak Rp 897,9 juta dalam bentuk cek Bank BCA Mutiara Taman Palem No. BI 404609 tanggal 3 Oktober 2014

41. 1 unit apartemen No. 09-01 Tower C Montreal Casa Grande Residence di Jl Raya Casablanca Raya Kav 88 Jaksel atas nama Udar Pristono dan 1 unit apartemen Nomor 32-03 Tower A Mirage Casa Grande Residence di Jl Raya Casablanca Jaksel atas nama Lieke Amalia

45. 1 unit rumah type Felicita Cluster Kebayoran Essence Perumahan Bintaro Jaya Blok KE/E-06 dengan luas bangunan 282 m2 dan luas tanah 255 meter persegi di Jl Perumahan Graha Raya Bintaro Serpong Utara Kota Tangerang Selatan atas nama Udar Pristono

46. 1 unit rumah cluster Olive Fusion dengan luas bangunan 264 meter persegi dan luas tanah 300 meter persegi di Jalan Emerald 4 nomor 6 Bogor Nirwana Residence, Bogor.

47. 4 kamar Kondotel: 2 kamar kondotel atas nama Udar Pristono dan 2 kondotel atas nama Lieke Amalia (istri Udar)

48. 1 kios pada Pusat Grosir Cililitan atas nama Dedi Rustandi yang sejak 1 Februari 2012 kepemilikannya telah dialihkan kepada Lieke Amalia

49. 1 kios pada Pusat Grosir Cililitan atas nama Dedi Rustandi yang sejak 1 Februari 2012 kepemilikannya telah dialihkan kepada Lieke Amalia

90. 1 unit kondotel Mercure Bali Legian lantai 4 type Deluxe Balcony yang terletak di Jl Sriwijaya Legian, Bali.

91. 1 unit kondotel The Legian Nirwana Suites di Legian, Bali kode unit 1322, Garden View Tipe Standar, Wing 1 lantai 3.

92. 1 unit kondotel The Legian Nirwana Suites kode unit 1406, tipe standar wing 1 lantai 4 .

Udar pun membantah surat tuntutan Jaksa ini.

"19 properti yang saya miliki merupakan warisan. Masa warisan dirampas oleh negara?" kata Udar.

Menurut Udar, pada 1998 ia mendapat warisan Rp3,4 miliar. Saat itu harga apartemen masih sekitar Rp200-300 juta sehingga uang warisan tersebut dibelikan belasan properti berupa apartemen dan rumah.

"Aset warisan saya dari orang tua, diperoleh ada yang tahun 1984 ada yang tahun 1998, ada 1994, dari perolehan warisan itu sebesar Rp3,4 miliar," jelas Udar.

Perbuatan Udar Pristono diancam pidana dalam Pasal 3 atau Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2015