Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan saat ini tengah menyusun pedoman sistem deteksi dini titik api sebagai langkah awal pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan.

Sekjen Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Bambang Hendroyono, di Jakarta, Minggu, menyatakan, pendeteksian secara dini titik api menjadi langkah awal yang penting dalam pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan.

Sistem ini akan terintegrasi dengan kegiatan lainnya dalam rangka pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan, seperti pedoman sistem pemantauan dan pedoman pengelolaan tata air di lahan gambut, katanya.

Pemanfaatan teknologi citra satelit resolusi tinggi periode harian, menurut dia, akan sangat membantu proses pendeteksian titik api tersebut.

Sementara itu, dalam peluncuran program INITIA (Identifikasi Dini Titik Api) oleh Persatuan Sarjana Kehutanan (Persaki) di Jakarta, Jumat (16/10) lalu Bambang menyatakan pemerintah menyambut baik pengembangan program INITIA yang bermanfaat untuk memperkuat sistem data pemerintah.

Hal senada dinyatakan oleh Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia, Irsyal Yasman. Menurut dia, program INITIA sangat strategis untuk mendorong sistem pemantauan kebakaran hutan dan lahan secara profesional.

"Kami berharap sistem ini dapat dikembangkan lebih lanjut untuk mengidentifkasi fakta penyebab kebakaran hutan, sehingga posisi pelaku usaha tidak terus disudutkan," katanya.

Irsyal menyatakan kolaborasi semua pihak sangat diperlukan untuk memecahkan akar persoalan kebakaran hutan dan lahan hingga bisa mencegahnya kembali terulang.

"Perlunya kolaborasi multipihak dikarenakan kebakaran terjadi tidak hanya di kawasan hutan produksi, tetapi juga di kawasan hutan lindung, hutan konservasi dan areal penggunaan lain," katanya.

APHI juga mendukung sepenuhnya langkah pemerintah untuk mendorong penegakan hukum secara transparan kepada para pelaku pembakar hutan.

Dikatakannya, mereka dalam banyak hal melakukan kegiatan secara ilegal di kawasan hutan dan non kawasan hutan yang faktanya menjadi sumber dari terjadinya kebakaran hutan dan lahan.

"Namun kami juga berharap untuk tetap dijunjung asas praduga tak bersalah atas tuduhan kepada pemegang HTI (hutan tanaman industri), yang saat ini menjadi sasaran penyelidikan," katanya.

Menurut dia, berkembangnya opini publik yang terus menyudutkan pelaku usaha menjadi pintu masuk untuk memperlemah daya saing produk unggulan Indonesia, antara lain bisa dilihat dari kasus boikot produk tisu oleh Singapura.

Irsyal memastikan seluruh anggota APHI memiliki komitmen untuk pengolahan lahan tanpa bakar karena kebakaran yang terjadi di areal konsesi bisa membuat pemegang izin rugi berlipat.

"Sudah harus kehilangan aset, mereka juga harus menghadapi tuduhan sebagai pelaku pembakaran," ujar Irsyal.

Pada kesempatan sama, Ketua Himpunan Gambut Indonesia, Supiandi Sabiham, menekankan perlunya perbaikan tata kelola di lahan gambut. 

Dia mengingatkan pemanfaatan lahan gambut mesti diiringi penggunaan teknologi tata air yang tepat. "Penggunaan teknologi tata air bisa menjaga kelembaban gambut, mencegah dia terbakar," katanya.

Menurut dia, instruksi Presiden Joko Widodo untuk membuka kanal bersekat tak bisa sembarangan dilakukan, 

Beberapa hal harus diperhatikan termasuk kontur lahan, letak kubah gambut, dan arah kanal di buat. Kanal juga harus terus dipantau untuk mengatur ketinggian muka airnya.

"Jika tidak disiplin penerapan syarat tersebut, gambut akan semakin kering dan mudah terbakar," katanya

Pewarta: Subagyo
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2015