Jakarta (ANTARA News) - Tak ada yang terlalu istimewa pada diri Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah sepanjang hari Selasa.

Publik juga lebih banyak mengenal dan memahami 10 November sebagai Hari Pahlawan. Bagi Fahri, bukan hanya peringatan Hari Pahlawan yang dipahami, namun juga hari kelahirannya.

Meski demikian, dia mengaku tak ada yang luar biasa di ulang tahunnya ke-44 ini. Selain ucapan selamat ulang tahun dari keluarganya, dia mendapat ucapan seperti itu dari stafnya di DPR.

"Tiba-tiba tadi pagi lampu ruangan dimatikan (oleh staf)," katanya dengan tawa dan geleng kepala.

Kemudian para staf di jajaran pimpinan DPR mengucapkan selamat ulang tahun. Itulah sekelumit cerita yang disampaikan terkait kejutan yang diterimanya pada hari istimewa tersebut.

Dalam sebuah diskusi dengan sejumlah wartawan, dia "keceplosan" mengenai suasana di ruang kerjanya pada pagi itu. Secara spontan wartawan dari berbagai media pun menyanyikan dan mengucapkan "selamat ulang tahun" bersama-sama dengan hanya tepuk tangan.

Hanya sekelumit nyanyian diiringi tepuk tangan, namun dia tampak bahagia atas ketulusan itu.

Hanya saja serilek atau sesantai-santainya Fahri, tetap saja kesibukan sebagai pimpinan lembaga perwakilan rakyat sepanjang waktunya penuh dengan agenda atau jadwal yang padat. Sebentar menerima tamu atau delegasi, sebentar lagi menghadiri diskusi dengan wartawan, sebentar lagi ada agenda lainnya.

Itulah kesibukan dan keseharian pimpinan lembaga negara. Sebentar di sini, sebentar lagi ada agenda lain di sana.


Karir

Fahri Hamzah lahir 10 Oktober 1971 di Utan, Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB). Kini dia adalah salah satu Wakil Ketua DPR periode 2014-2019.

Dia adalah politisi dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan merupakan anggota Dewan Perwakilan Rakyat periode 2009-2014 mewakili daerah pemilihan Nusa Tenggara Barat.

Berbagai sumber menyebutkan, Fahri tercatat pernah menempuh pendidikan di Fakultas Pertanian Universitas Mataram (Unram) pada tahun 1990 hingga 1992. Dia tidak melanjutkan kuliahnya di Unram dan memilih masuk Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI) pada tahun 1992.

Di UI, kegiatan aktivisnya terus berkembang. Ia menjadi ketua umum Forum Studi Islam di fakultasnya dan juga tercatat pernah menjadi ketua departemen penelitian dan pengembangan di Senat Mahasiswa universitas periode 1996-97.

Seiring bergulirnya reformasi pada 1998, Fahri yang aktif di organisasi-organisasi mahasiswa Islam di Jakarta turut membidani kelahiran Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) di Malang dan menjabat sebagai Ketua I pada periode 1998-1999.

Ia ikut mengorganisasi gerakan-gerakan melawan rezim Orde Baru bersama KAMMI. Bahkan setelah jatuhnya Soeharto, dia bersama gerakannya tetap mendukung presiden baru BJ Habibie, meskipun sebagian besar mahasiswa saat itu mulai menentang Habibie yang dianggap tidak berbeda dengan pendahulunya.


Sekolah

Seiring bergulirnya waktu, dia kemudian terpilih menjadi staf ahli Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) periode 1999-2002 dan ikut dalam diskusi-diskusi terkait amandemen UUD 1945. Pada kurun waktu tersebut, MPR disibukkan dengan agenda amandemen UUD 1945.

Bahkan agenda amandemen dilakukan dari tahap I hingga IV. Sebagai staf ahli, Fahri tampaknya memahami perkembangan secara rinci dinamika amandemen itu dari yang terbuka dan diketahui publik hingga apa yang terjadi di balik layar persidangan atau rapat-rapat Majelis.

Karena itu, dia bisa bercerita banyak mengenai draf pasal demi pasal yang dibahas hingga menjadi sebuah keputusan Majelis. Itu pengalaman yang tidak bisa diperoleh setiap orang.

Menjalani kehidupan seperti itu tampaknya sebuah sekolah atau studi. Dari seorang aktivis pergerakan kemudian ikut mengisi muatan dalam pasal-pasal konstitusi. Itulah "sekolah politik".

Setelah menjalani dinamika dalam "sekolah politik" di MPR, Fahri dengan tekad kuat dan pengalaman berpolitik kemudian memberanikan diri untuk masuk parlemen. Perjuangannya berhasil dan terpilih masuk ke DPR pada Pemilihan Umum Legislatif tahun 2004 dari daerah pemilihan NTB, tanah kelahirannya.

Di DPR, dia masuk komisi hukum (Komisi III). Dari posisinya sebagai anggota kemudian menjadi wakil ketua dan terus di sana sampai terpilih kembali dalam pemilihan umum legislatif Indonesia 2009.

Pada 15 November 2011, dia dipindahkan ke Komisi IV yang membidangi antara lain BUMN dan perdagangan, sekaligus ke Badan Kehormatan DPR menggantikan Ansory Siregar.

Posisinya sebagai wakil ketua di komisi tersebut digantikan oleh Nasir Djamil, rekannya di Fraksi PKS.


Matang

Selama empat tahun menjadi staf ahli MPR dan dua periode menjadi anggota DPR, menempatkan Fahri sebagai sosok yang matang dalam politik. Intuisi sebagai politisi berpengalaman menempatkannya sebagai orang yang cepat paham dalam membaca peta politik dan arah perkembangannya.

Sebagai mantan aktivitas pergerakan mahasiswa, satu hal yang tetap menjadi ciri Fahri adalah gaya bicaranya yang "blak-blakan" dan sering membuat "panas" kuping.

Kadang banyak yang menganggap beberapa pernyataannya kontraversi. Namun dia konsisten dan jalan terus dengan sikap politiknya.

Idealisme masih tetap tampak menyala-nyala, apalagi dengan kata dan kalimat yang lugas dan tegas.

Pengucapan kata dan kalimat yang runtut dengan logika bahasa yang mudah dimengerti publik menggambarkan kematangannya dalam politik, terutama dalam membingkai kritik. Namun dia berusaha objektif, kalau baik disampaikan atau dikatakan baik dan kalau dinilai kurang baik diingatkan supaya baik.

Dia menyatakan semua itu disampaikan dengan itikad baik demi kebaikan bangsa dan negara serta masyarakat. Dan dia akan konsisten dengan perjuangannya itu.

Oleh Sri Muryono
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015