Jakarta (ANTARA News) - Dua korban kekerasan dalam bentrokan antara warga Desa Sukamulya, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor dengan TNI Angkatan Udara (AU), pada 22 Januari 2007 silam, akan mengajukan tuntutan hukum atas tindak kekerasan yang dilakukan oknum TNI AU. "Bapak Cece tidak bersedia menerima santunan atau ganti rugi dari TNI AU, akibat luka yang dideritanya dalam bentrokan itu. Dia tetap akan menuntut TNI AU secara hukum," kata Ketua Tim Advokasi Masyarakat Rumpin, Tulus, di Bogor, Minggu. Berdasarkan Rencana Strategis (Renstra) TNI AU 2005-2009 Mabes TNI AU akan memindahkan Markas Komando (Mako) Detasemen Bravo 90 Pasukan Khas (Den Bravo-90 Paskhas) dari Pangkalan Udara Sulaeman, Bandung, ke Desa Sukamulya, Kecamatan Rumpin. Pembangunan Mako Den Bravo 90 itu, memerlukan lahan 449 hektare, 10 hektare digunakan untuk membangun sarana latihan "water training", yang kini menjadi sengketa antara warga setempat dengan Mabes TNI AU, karena lahan itu adalah lahan pertanian yang subur bagi warga. Sengketa muncul mengingat warga dan pihak TNI AU memiliki bukti hukum kuat atas kepemilikan lahan tersebut. TNI AU memiliki bukti kepemilikan atas tanah itu berdasar Surat Keputusan Kepala Staf Angkatan Perang Nomor 023/P/KSAP/50 tanggal 25 Mei 1950 yang menyatakan lapangan terbang serta bangunan-bangunan yang termasuk lapangan dan alat-alat yang berada di lapangan dan sungguh-sungguh diperlukan untuk memelihara lapangan-lapangan tersebut menjadi milik Angkatan Udara Republik Indonesia. Sementara itu, warga merasa berhak atas lahan itu berdasar SK Bupati Bogor Nomor 591/194/Kpts/Huk/2003 tertanggal 12 Juni pada 2003, tentang penetapan pembagian, pengalokasian atas lahan eks HGU PT Cikoleang seluas 90 hektare, termasuk tanah yang menjadi lokasi pembangunan "water training". Akibat sengketa berkepanjangan, kerap terjadi demonstrasi warga dan terakhir menimbulkan bentrok fisik antara kedua pihak hingga menimbulkan korban di kedua pihak. Dari pihak warga, tercatat 16 orang yang mengalami luka ringan dan berat. Terkait itu, TNI AU memberikan santunan kepada masing-masing korban sebagai ganti biaya pengobatan. Penyerahan santuan itu dilakukan di Desa Sukamulya, Kecamatan Rumpin, Bogor, Minggu (25/2) siang, disaksikan Ketua RW, Ketua Tim Advokasi Tulus dan Kepala Dinas Operasi Lanud Atang Sendjaya, Kolonel Pnb Deri Pemba Syafar. Namun, tidak semua warga menerima santunan yang diberikan, karena selama ini bentrokan yang terjadi telah menimbulkan korban dan trauma berkepanjangan. "Karena itu, saudara Cece dan korban lainnya Daryanto yang mewakilkan `Kontras` untuk menerima santunan itu, menolak ganti rugi itu dan akan menuntut secara hukum TNI AU," kata Tulus. Menanggapi itu, Kepala Dinas Penerangan Mabes TNI AU Mareskal Pertama Daryatmo mengatakan, TNI AU siap menghadapi tuntutan hukum warga. "Kita siap untuk hadapi tuntutan hukum mereka, kita akan beberkan sejumlah bukti kuat yang kita miliki sebagai dasar pembangunan Mako Den Bravo termasuk fasilitas `water training`," katanya. Daryatmo menambahkan, bagi TNI AU tidak masalah jika ada warga yang menolak santunan ganti rugi yang diberikan TNI AU. "Itu kan hak mereka. tetapi mereka juga berhak menentukan menerima atau tidak santunan itu. Santunan ganti rugi itu merupakan bentuk kepedulian TNI AU atas apa yang menimpa mereka," ujarnya.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007