“Kami menghargai program SIMANIS itu, yang penting ada dua indikator validasi data yang menjadi acuannya. Pertama harus mengikuti peraturan pendataan yang berlaku secara nasional dan kedua, data tersebut bisa dikembangkan menjadi indikator kemiskinan lokal” kata Sodik saat memimpin pertemuan Tim Kunspek Komisi VIII DPR dengan Pemkot setempat di Kantor Dinsos Kota Tarakan, Kalimantan Utara, Senin (23/5).
Sodik, dalam keterangan tertulis Humas DPR, menambahkan, pendataan kemiskinan sudah menjadi masalah nasional yakni masih belum sinkronnya data Kementerian Sosial dengan data BPS. Yang lebih menghebohkan lagi adanya komplain langsung dari masyarakat, mereka menemukan di lapangan adanya bantuan sosial yang tidak tepat sasaran.
Oleh karena itu, lanjut Sodik, karena masalah pendataan kemiskinan disadari juga oleh Kementerian Sosial, maka, tahun 2015 DPR telah menyetujui anggaran kurang lebih Rp450-600 miliar untuk memperbaharui data kemiskinan melalui program verifikasi dan validasi dengan jangka waktu 3 tahun.
"Nanti kita lihat hasil update pendataan kemiskinan dari Kemensos, poin yang paling penting adanya kesadaran mengenai validasi data tersebut” tekan Politisi F-Gerindra itu.
Hal senada juga diungkapkan Anggota Komisi VIII Wenny Haryanto, program SIMANIS berbasis web sesuai namanya manis, lebih tepat sasaran dan ekonomis.Namun, sayangnya provider internet di Kota Tarakan koneksinya kurang bagus.
Sementara itu, Sekda Walkot Khairul mengatakan,Program SIMANIS ini lebih pada melakukan verifikasi data, karena data dari pusat seringkali tidak tepat sasaran. Menurutnya, orang miskin mestinya mendapat bantuan sepenuhnya, tidak secara parsial.
“ Kita saat ini sedang mencoba memberikan bantuan secara keseluruhan kepada orang miskin, seharusnya tidak ada orang miskin yang hanya mendapat fasilitas kesehatan,atau cuma bantuan beras raskin saja. Orang miskin ini harus dibantu penuh oleh pemerintah karena menjadi tanggung jawab kita bersama” terangya.
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2016