... pertemuan para pemimpin ASEM bukanlah tempat yang pantas untuk membicarakan Laut China Selatan...
Beijing (ANTARA News) - Beijing tengah menempuh berbagai cara yang bisa mereka lakukan untuk menguatkan klaim kepemilikan mayoritas Laut China Selatan. Seorang diplomat senior China mendesak isu Laut China Selatan tidak boleh tercantum dalam agenda KTT ASEM 2016, di Mongolia, pada akhir pekan ini.

Pertemuan pemimpin Asia-Eropa, atau KTT ASEM, akan menjadi pertemuan diplomatis multilateral pertama setelah ada keputusan Pengadilan Arbitrase, 12 Juli mendatang, terkait perselisihan antara China dengan Filipina terkait Laut China Selatan.

Ketegangan dan retorika meningkat sebelum keputusan Pengadilan Arbitrase diumumkan di Den Haag, Belanda, satu kasus yang China tidak ingin terlibat di dalamnya. Beijing mengatakan pengadilan itu tidak memiliki kewenangan dan China tidak dapat dipaksa untuk menerima resolusi konflik itu.

Sebaliknya, China telah berulang kali menyalahkan Amerika Serikat karena menyebabkan permasalahan di Laut China Selatan, dimana klaim teritorial mereka bertabrakan dengan Vietnam, Filipina, Malaysia, Brunei Darussalam dan Taiwan.

Asisten Menteri Luar Negeri China, Kong Xuanyou, memberikan tanda pembicaraan terkait Laut China Selatan tidak akan disambut baik dalam kegiatan itu, yang dilaksanakan setiap dua tahun sekali, karena pertemuan itu dirancang untuk membicarakan sejumlah isu antara Asia dengan Eropa.

"Forum pertemuan para pemimpin ASEM bukanlah tempat yang pantas untuk membicarakan Laut China Selatan. Tidak ada rencana untuk membicarakannya di sana dalam agenda pertemuan. Dan itu seharusnya tidak dicantumkan dalam agendanya," kata Kong.

Meskipun demikian, para diplomat di Beijing yang terlibat dalam persiapan ASEM mengatakan, tidak dapat dipungkiri isu Laut China Selatan akan diangkat dalam pertemuan itu; yang diperkirakan akan dihadiri Perdana Menteri China, Li Keqiang, Perdana Menteri, Jepang Shinzo Abe, dan Kanselir Jerman, Angela Merkel.

Amerika Serikat telah melaksanakan sejumlah patroli kebebasan bernavigasi di dekat sejumlah pulau yang dikuasai China dan menyebabkan China marah, sementara pihak China telah meningkatkan keberadaan militernya di lokasi itu.

Kong mengatakan, jika terdapat ketegangan di Laut China Selatan itu dikarenakan terdapat sejumlah negara di luar wilayah itu yang unjuk kekuatan dan ikut campur.

"Tidak ada alasan membawa isu Laut China Selatan dalam pertemuan ASEM ini dengan mengacu kepada kebebasan bernavigasi dan kepentingan keamanan sebagai penyebab kekhawatiran. Itu tidak memiliki landasan," tambahnya.

Sebelum keputusan Arbitrase Internasional dikeluarkan, warga negara Filipina di China menerima pesan singkat dari kedutaan besar mereka, pada akhir pekan ini 

Isinya peringatan untuk tidak berbicara mengenai politik di publik dan untuk menghindari keterlibatan dalam diskusi di media sosial. Mereka disarankan membawa paspor dan izin tinggal mereka setiap saat dan untuk menghubungi kedutaan besar Filipina di Beijing atau pihak kepolisian China jika terjadi hal yang tidak diinginkan.

China mengatakan, kebanyakan pembangunan dan reklamasi mereka di Laut China Selatan untuk keuntungan komunitas internasional, termasuk bagi navigasi maritim sipil.

Surat kabar resmi, China Daily, Senin, menyatakan, China akan segera memulai pengoperasian mercusuar kelima di Karang Mischief, Laut China Selatan. Taiwan juga memantau kasus itu secara seksama.

Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2016