Jakarta (ANTARA News) - Ketua Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI), Gunadi Sindhuwinata, yakin masyarakat bisa bersikap cerdas menangggapi putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terhadap Yamaha Indonesia Motor Manufacturing dan Astra Honda Motor dalam persekongkolan terkait skutik 100-125 cc.

Dalam putusannya, KPPU memutuskan  Yamaha dan Honda terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 5 ayat (1) UU No. 5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dan dijatuhi denda Rp25 miliar untuk Yamaha dan Rp22,5 mliar untuk Honda.

"Saya pikir masyarakat cukup cerdas. Oke dengan hasil KPPU mungkin mengharapkan harga sepeda motor bisa turun, itu saja kan. Tetapi terkait unsur-unsur tuduhan itu, masyarakat sudah tahu bahwa itu tidak benar. Saya yakin masyarakat tahu," kata Gunadi saat dihubungi ANTARA News dari Jakarta, Rabu.

Meski demikian, Gunadi mengakui dampak putusan tersebut tidak hanya akan dirasakan oleh Yamaha dan Honda, tetapi seluruh merek.

"Itu yang akan terkena getahnya bukan hanya Honda ataupun Yamaha, justru terhadap semua merek. Bahwa merek-merek lain yang tidak menguasai pasar pun akan dianggap melakukan hal sebagaimana putusan KPPU terhadap Yamaha-Honda," kata Gunadi.

Pengaruhi investor

Di luar itu semua, Gunadi meyakini bahwa putusan tersebut akan sangat berpengaruh terhadap pertimbangan para investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia.

"Bukan hanya di industri roda dua saja, tetapi secara umum. Karena dengan putusan ini menimbulkan pemikiran bagi investor, hal semacam ini saja bisa dijatuhi putusan sebagai kesalahan, yang sebetulnya tidak masuk dalam konteks cara berbisnis," kata Gunadi.

Gunadi menyarankan KPPU untuk mengkaji ulang investigasi mereka untuk menyadari bahwa tidak semua pertumbuhan pasar salah satu produk harus dilakukan dengan cara persekongkolan.

"Di balik itu KPPU harus tahu bagaimana sebetulnya perusahaan berjalan, pasar berlangsung, lalu pengembangan dan perebut pasar atau kompetisi dilakukan," ujarnya.
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017