Waktu itu bapak (Rajamohanan) mengatakan uang ini untuk Pak Handang tapi usahakan juga untuk Pak Haniv."
Jakarta (ANTARA News) - Karyawan PT EK Prima Ekspor (PT EKP) Yuli Kanestren menyatakan bahwa uang suap yang dipersiapkan oleh "country director" perusahaan tersebut, Ramapanicker Rajamohanan Nair juga ditujukan untuk Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kakanwil DJP) Jakarta Khusus Muhammad Haniv.

"Waktu itu bapak (Rajamohanan) mengatakan uang ini untuk Pak Handang tapi usahakan juga untuk Pak Haniv," kata Yuli saat menjadi saksi di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.

Yuli menjadi saksi untuk Rajamohanan yang didakwa menyuap Kasubdit Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum pada Direktorat Jenderal Pajak Handang Soekarno sebesar 148.500 dolar AS (Rp1,98 miliar) dari komitmen Rp6 miliar untuk Haniv dan Handang.

Besaran Rp6 miliar merupakan 10 persen dari nilai Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai (STP PPN) masa pajak Desember 2014 sebesar Rp52,364 miliar.

"Di berita Acara Pemeriksaan (BAP) saudara mengatakan Rp6 miliar untuk Pak Haniv yaitu Kakanwil Jakarta Pusat?" tanya jaksa penuntut umum KPK Ali Fikri.

"Betul, tapi kaitannya saya belum tahu," jawab Yuli.

"Selain minta tolong Handang dan Haniv, apakah minta tolong orang lain untuk mengurus pajak PT EKP?" tanya jaksa Ali.

"Tidak ada, untuk pemasangan pajak Pak Handang saja," jawab Yuli.

"Kalau Pak Arief?"tanya jaksa Ali.

"Belum pernah bertemu orangnya tapi dengar namanya waktu saya berkomunikasi dengan Pak Mohan, tapi detailnya saya tidak tahu untuk membantu apa," jawab Yuli.

"Kalau Husin?" tanya jaksa Ali.

"Itu Husin Bagis, dubes Indonesia untuk Abu Dhabi (Ibukota Uni Emirat Arab), saya pernah komunikasi cerita masalah pajak di Indonesia," jawab Yuli

Sedangkan Chief Accounting PT EKP Siswanto mengatakan bahwa ia menghubungi Haniv agar semua permasalahan pajak perusahaan itu selesai.

"Kita itu tahunya, mau selesai semua dengan Pak Haniv. Masalah psnghapusan STP, Bukti Permulaan (bukper) dan TA (tax amnesty), karena ada kemungkinan mereka yang menentukan nilai tax amnesty," kata Siswanto yang juga menjadi saksi dalam perkara itu.

Husin Bagis menurut Siswanto kerap diceritakan mengenai surat dari kantor pelayanan pajak penanaman modal asing (KPP PMA) 6 soal pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan bagaimana disuruh untuk membayar Rp6 miliar atas tuduhan penerimaan restitusi yang tidak pernah diterima perusahaan itu.

"Setelah saya dapat surat dari KPP PMA 6, Pak Mohan cerita ke Pak Husin, Pak Husin kadang suka kasih masukan kalau kami dalam jalan yang benar. Sarannya Pak Husin kalau perlu SMS ke Bu Sri Mulyani soal pajak ini. SMS kepada bu menteri, saya mohon ibu kirim tim ke Kanwil karena sedang ada Pak Husin menerangkan dia telepon Pak Arif," ungkap Siswanto.

Siswanto pun berkomunikasi dengan Husin atas instruksi Rajamohanan.

Dalam dakwaan disebutkan uang suap digunakan untuk menghapus STP PPN masa pajak Desember 2014 sebesar Rp52,364 miliar dan Desember 2015 sebesar Rp26,44 miliar atau total Rp78,8 miliar. Selain itu PT EKP juga punya 4 permasalahan pajak lain yaitu pengajuan pengembalian kelebihan pembayaran pajak (restitusi) sejumlah Rp3,53 miliar, penolakan Pengampunan Pajak (tax amnesty), pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan Pemeriksaan Bukti Permulaan (Bukper).

Belakangan, SKP PT EKP senilai total Rp78 miliar juga dibatalkan oleh Kakanwil DJP Jakarta yaitu Mohammad Haniv dengan menerbitkan Surat Keputusan Nomor : KEP-07997/NKEP/WPJ.07/2016 tertanggal 2 November 2016 tentang Pembatalan Surat Tagihan Pajak Nomor : 00270/107/14/059/16 tanggal 06 September 2016 masa pajak Desember 2014 atas nama Wajib Pajak PT EKP dan Surat Keputusan Nomor: KEP-08022/NKEP/WPJ.07/2016 tertanggal 3 November 2016 tentang Pembatalan Surat Tagihan Pajak Nomor : 00389/107/14/059/16 tanggal 06 September 2016 masa pajak Desember 2015 atas nama Wajib Pajak PT EKP.

Dalam dakwaan juga disebutkan peran adik ipar Presiden Joko Widodo, Arief Budi Sulistyo. Arief bertemu dengan Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi pada 23 September 2016 berkat bantuan Kasubdit Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum pada Direktorat Jenderal Pajak Handang Soekarno.

Rajamohanan juga meminta bantuan Arif terkait penyelesaian masalah pajak PT EKP dengan mengirimkan dokumen-dokumen tersebut melalui "whatsApp" yang diteruskan oleh Arif kepada Handang dengan kalimat "Apapun Keputusan Dirjen. Mudah2an terbaik buat Mohan pak. Suwun." Atas permintaan tersebut, Handang menyanggupinya dengan mengatakan, "Siap bpk, bsk pagi saya menghadap beliau bpk. Segera sy khabari bpk".

Arif juga yang berperan untuk menyampaikan masalah pajak Rajamohanan kepada Kepala Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus Muhammad Haniv.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017