Nairobi (ANTARA News) - Oposisi Kenya menolak pemilihan umum ulang dan menyebutnya tipuan serta mengatakan rencana mengulang pemungutan suara di kubu baratnya, yang tidak dibuka, mengancam memicu kekerasan lebih lanjut dan harus dibatalkan.

Presiden Uhuru Kenyatta meraih lebih dari 96 persen suara, yang dihitung sejauh ini, kata data, namun mandat keduanya lemah dengan jumlah pemilih di bawah 35 persen dan pemungutan suara dikacaukan bentrokan.

Kekerasan masih berlanjut pada Jumat, dengan polisi mengatakan menembak mati satu orang, menjadikan lima korban tewas sejak pemungutan suara dimulai pada Kamis. Semuanya tewas di bagian barat negara tersebut, yang mendukung oposisi.

Pemungutan suara tersebut menyoroti perpecahan mendalam politik dan suku Kenya saat kekerasan meningkat serta perkara di pengadilan berlanjut. Pemungutan suara diawasi ketat, karena Kenya adalah pusat perdagangan dan logistik regional serta sekutu keamanan yang kuat untuk negara-negara Barat.

Musalia Mudavadi, seorang pemimpin oposisi senior, menuduh pihak berwenang melakukan "diskriminasi etnis" dan melakukan "pemilihan yang dimiliterisasi" saat mereka meningkatkan keamanan jelang rencana untuk mengadakan pemungutan suara di Teluk Homa, Kisumu, Migori dan Siaya pada Sabtu.

"Jika (komisi pemilihan) menolak untuk mendengarkan dengan hikmat dan meneruskan jajak pendapat tanpa alasan ini, kami menyarankan orang-orang untuk tidak memasuki perangkap kematian itu," ujarnya kepada wartawan, Jumat.

"Kami menyeru penghuni wilayah tersebut menjauh dari pemungutan suara, yang direncanakan itu," tambahnya.

(KR-DVI/BB002) 

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017