Zurich (ANTARA News) - Pengadilan Arbitrase Olahraga (CAS) memangkas hukuman skors lima tahun yang dijatuhkan terhadap mantan wakil presiden FIFA Chung Mong-joon, terkait pelanggaran kode etik dalam upaya Korea Selatan (Korsel) untuk mencalonkan diri menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022, menjadi 15 bulan.

CAS mengatakan pada Sabtu bahwa pihaknya menemukan "faktor-faktor mitigasi" untuk mengurangi hukuman, yang dikatakan dijatuhkan karena "lobi yang tidak pantas," dan juga membatalkan denda 50.000 franc Swiss.

Meski CAS mengatakan bahwa Chung bersalah karena melanggar kode etik, pihaknya mengatakan bahwa hal itu "derajatnya jauh lebih sedikit daripada yang ditemukan instansi-instansi FIFA."

Chung, miliarder keturunan dari konglomerat industri Hyundai di Korsel, yang menjabat sebagai wakil presiden FIFA dari 1994 sampai 2011, membantah dirinya melakukan pelanggaran.

Skorsnya pada Oktober 2015 dijatuhkan di tengah skandal terburuk dalam sejarah FIFA, ketika puluhan pejabat sepak bola didakwa di AS.

Presiden FIFA Sepp Blatter dan ketua sepak bola Eropa Michel Platini juga terlibat sehingga mereka dihukum oleh komite etik badan sepak bola global. Keduanya membantah tuduhan telah melakukan pelanggaran.

Chung awalnya diskors selama enam tahun dan didenda 100.000 franc Swiss, menghantam rencana-rencananya untuk mencalonkan diri dalam pemilihan presiden FIFA pada Februari 2016.

Komite Banding FIFA awalnya mengurangi hukumannya menjadi lima tahun dan memangkas besaran nilai denda menjadi setengahnya, dan keputusan CAS berarti ia bebas untuk segera kembali ke dunia sepak bola.

CAS mengatakan bahwa "sikap kurang pantas Chung terkait aktivitas-aktivitas lobinya bukan hal kecil dengan mempertimbangkan posisi tinggi dan berpengaruhnya di FIFA."

Mereka mengatakan bahwa ia merupakan presiden kehormatan federasi yang mencalonkan diri untuk menjadi tuan rumah Piala Dunia dan anggota komite eksekutif FIFA yang bertanggung jawab untuk memilih tuan rumah.

Bagaimanapun, CAS mengatakan bahwa "merupakan hal yang umum bagi para anggota Komite Eksekutif FIFA untuk mempromosikan penawaran-penawaran yang mewakili asosiasi-asosiasi sepak bola nasional mereka."

Pihaknya juga mempertimbangkan "minimnya catatan buruk apapun dari Chung terkait tindakan tidak pantas, sikapnya di depan publik untuk menentang korupsi dari FIFA, dan pelayanan luar biasa yang ia berikan ke FIFA dan sepak bola selama bertahun-tahun."

Rusia terpilih sebagai tuan rumah Piala Dunia 2018 dan Qatar sebagai tuan rumah Piala Dunia 2022 dalam pemungutan suara tunggal rahasia di Zurich pada 2010 di tengah tudingan-tudingan terdapat usaha-usaha ilegal untuk mempengaruhi ke-22 anggota Komite Eksekutif FIFA.

Laporan komite etik FIFA yang dipublikasikan tahunlalu tidak memberi sinyal bahwa Rusia atau Qatar dapat kehilangan hak untuk menjadi tuan rumah turnamen akbar itu, meski terdapat pecobaan-percobaan mendetail untuk mempengaruhi para ofisial.

Pewarta: A. Rauf
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2018