Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Dito Ganinduto menilai pengelolaan sumber daya alam (SDA) pada era Pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla makin mengokohkan peran nasional.

"Peran nasional makin meningkat sejak kepemimpinan Presiden Joko Widodo," katanya di Jakarta, Senin, menanggapi kritik Ketua Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais yang kembali menyatakan pemerintahan sekarang masih mementingkan pemodal asing dan pasar ekspor dalam pengelolaan SDA.

Menurut Dito, kritik mantan Ketua MPR, yang sudah berulang kali dilontarkan itu, sama sekali tidak beralasan.

Pada era Presiden Joko Widodo, lanjutnya, terdapat banyak kemajuan dalam pengelolaan SDA khususnya energi dan tambang.

Politisi Partai Golkar itu mencatat bukti keperpihakan Presiden Jokowi dalam pengelolaan SDA bagi kepentingan nasional.

Pertama, Pemerintahan Joko Widodo telah memberikan pengelolaan ladang gas raksasa, Blok Mahakam, kepada BUMN PT Pertamina (Persero) mulai 2018 menggantikan kontraktor asing, Total Indonesie dan Inpex Corporation.

"Produksi gas dan minyak Pertamina langsung meningkat pascapengalihan Blok Mahakam. Selain Mahakam, pemerintah juga memberikan sejumlah blok migas strategis lainnya ke Pertamina," kata Dito.

Bukti kedua, lanjutnya, penggunaan gas bumi di dalam negeri kini makin meningkat dan sebaliknya ekspor gas alam cair (LNG) makin menurun untuk selanjutnya diproritaskan ke dalam negeri.

Produksi LNG dari Kilang Bontang, Kaltim dan Tangguh, Papua yang sebelumnya diekspor, contohnya, kini diprioritaskan ke dalam negeri.

"Demikian pula dalam era pemerintahan Presiden Joko Widodo, produksi ladang gas Masela diarahkan ke dalam negeri, termasuk untuk pengembangan Maluku dan NTT," ujarnya.

Di sektor tambang, Pemerintahan Jokowi memaksa raksasa tambang asal AS, PT Freeport Indonesia memberikan bagian lebih besar ke negara.

"Presiden Joko Widodo memberikan instruksi sendiri untuk mengambil alih mayoritas saham Freeport," kata Dito.

Selanjutnya, sejumlah smelter logam mineral khususnya nikel dan bauksit untuk meningkatkan nilai tambah bahan tambang, yang sebelumnya diekspor dalam bentuk bahan mentah, juga telah terbangun.

Menurut dia, pemerintah sekarang berupaya keras untuk menegakkan Undang-Undang Minerba yang telah dibuat oleh pemerintahan sebelumnya.

Bukti lainnya, tambah Dito, pemerintah sudah tidak lagi mengekspor minyak mentah bagian negara dan seluruhnya untuk dalam negeri.

Ekspor minyak mentah dari Indonesia hanya porsi bagi hasil kontraktor asing yang memang dibayar dengan minyak mentah dan jumlahnya kecil.

Lalu, proyek pembangkit listrik 35.000 MW yang diinisiasi langsung Presiden Joko Widodo, di luar manfaatnya menghasilkan listrik untuk menggerakkan industri dalam negeri, juga akan meningkatkan penggunaan batubara domestik dan tentunya sekaligus mengurangi ekspor.

Terakhir, perjanjian antara PT Bukit Asam Tbk dengan Pertamina, PT Pupuk Indonesia, dan PT Chandra Asri untuk mengembangkan industri petrokimia berbasis batubara akan meningkatkan penggunaan batubara di dalam negeri secara signifikan.

"Itu adalah sebagian bukti pada era Pemerintahan Joko Widodo telah terjadi peningkatan porsi pemanfaatan energi di dalam negeri, bertambahnya kemandirian pengelolaan oleh badan usaha nasional, dan meningkatnya nilai tambah pengelolaan industri energi dan pertambangan di dalam negeri," kata Dito.

Pewarta: Kelik Dewanto
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2018